Monday, 30 March 2015

dimensi rasionalitas taswuf

PROPOSAL TESIS

DIMENSI RASIONALITAS TASAWUF
(Analisis Pemikiran Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA.)




Oleh:
NURSAHIDIN
                                                     091/PPs/MPdI/09

Merupakan Tugas Mata Kuliah Metode Penelitian Kualitatif
Dosen Pengampu: DR. H Raharjo, M.Ed

MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA (PPs)
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO

2013
DIMENSI RASIONALITAS TASAWUF
(Analisis Pemikiran Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA.)

A.    Latar Belakang
Modernisasi,[1] disadari atau tidak ternyata telah merambah dan menanamkan pengaruh kuat di seluruh penjuru dunia. Modernisasi ini ditandai dengan adanya penghargaan yang tinggi terhadap kemampuan rasio yang kemudian melahirkan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan tersebut diaplikasikan dalam  “industrialisasi”, yaitu penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi terapan secara besar-besaran dengan menggunakan tenaga permesinan.
Fenomena yang lahir di Barat tersebut kemudian mendunia, sehingga menuntut semua negara untuk mampu mengejar ketinggalannya dengan mengubah alur dari negara agraris menuju negara industri, tak terkecuali Indonesia yang kini sedang dalam masa transisi. Proses modernisasi bagi negara berkembang seperti Indonesia mengandung unsur perjuangan mencapai taraf hidup yang lebih tinggi. Apalagi adanya kenyataan yang tak dapat dipungkiri bahwa kemakmuran material mempunyai akibat pada bidang-bidang seperti sosial politik, pertahanan, dan lain-lain. Sebaliknya kemunduran ekonomi selalu berdampak pada lemahnya bidang-bidang tersebut.[2] 
Kondisi demikian memunculkan masyarakat yang sering dikonotasikan sebagai masyarakat yang telah memiliki kesadaran pragmatis-materialistik dan rasional serta diidentifikasikan sebagai masyarakat yang telah mencapai kemajuan IPTEK.[3] Mereka lebih mempercayai kemampuan rasio dan kebenaran teori ilmiah daripada pengetahuan religius. Banyak orang menyangka dengan modernisasi itu akan memberikan kesejahteraan dan kemakmuran. Mereka lupa bahwa dibalik modernisasi yang serba gemerlap materi yang menggiurkan itu terdapat gejala yang dinamakan “the agony of modenization”, yaitu azab sengsara modernisasi.[4]
Suasana hidup yang demikian dalam konteks Indonesia dapat dilihat di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Semarang. Suasana hidup  hobbesian (penindasan yang kuat terhadap yang lemah) sangat dirasakan dalam kehidupan kota, sehingga terbuktilah  pernyataan Thomas Hobbes bahwa manusia yang satu terhadap manusia yang lain bertindak seperti srigala (homo homini lopus).[5] 
Masyarakat modern ini sangat mendewa-dewakan ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara pemahaman keagamaan yang berdasarkan wahyu ditinggalkan dan hidup dalam keadaan  sekular. Mereka cenderung mengejar kebutuhan materi dan bergaya hidup hedonis daripada memikirkan agama yang dianggap tidak memberikan peran apapun.
Masyarakat demikian telah kehilangan visi keilahian yang tumpul penglihatannya terhadap realitas  hidup dan kehidupan. Kemajuan-kemajuan yang terjadi telah merambah dalam berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, budaya dan politik. Kondisi ini mengharuskan individu untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan pasti. Padahal dalam kenyataannya, tidak semua individu mampu melakukannya,  sehingga yang terjadi justru masyarakat atau manusia yang menyimpan banyak problem.
Simbol-simbol zaman modern yang ditampakkan oleh peradaban kota dengan tingkat mobilitas yang tinggi dan perubahan lingkungan yang cepat menimbulkan kesenjangan antara manusia dan lingkungan sosialnya. Realitas ini kemudian memunculkan penggambaran yang variatif atas kondisi manusia modern yang sarat dengan problem psikis. Tokoh psikologi humanis, Rollo May[6] mengistilahkan manusia modern sebagai “manusia dalam kerangkeng”, yaitu manusia yang sudah kehilangan makna hidup. Ia selalu dilanda keresahan dan tidak mampu memilih jalan hidup yang diinginkan. Para sosiolog menyebut keadaan manusia modern ini sebagai gejala keterasingan (alienasi).[7]
Manusia modern juga dianggap telah keluar dari eksistensinya. Akibatnya, yang muncul adalah manusia-manusia yang frustasi, stress, powerlessness, cemas, ketakutan, putus asa, bahkan sampai pada taraf psikosis atau neurosis. Zaman modern ini juga ditandai dengan perilaku-perilaku menyimpang, seperti bunuh diri, korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) dan berbagai tindakan kriminal lainnya yang menyebabkan dehumanisasi. Perilaku buruk manusia modern tidak cukup dipuaskan dengan menindas dan menghancurkan sesamanya, namun juga dilampiaskan terhadap alam. Manusia berusaha menaklukkan dunia secara tanpa batas.
Alam dipandang tak lebih dari objek dan sumber daya yang perlu dimanfaatkan dan diekploitasi semaksimal mungkin. Manusia modern  memperlakukan alam sama dengan pelacur, mereka menikmati dan mengeksploitasi untuk kepentingan dirinya tanpa mempunyai rasa kewajiban dan tanggung jawab apapun.[8] Semua yang terjadi merupakan konsekuensi dari modernisasi yang menyebabkan perubahan-perubahan sosial dan interaksi sosial budaya yang serba cepat, dimana individu dan masyarakat cenderung melakukan pengingkaran terhadap Tuhannya. Hal ini sesuai Firman Allah dalam surat al-Hadid ayat 20 sebagai berikut:
(#þqßJn=ôã$# $yJ¯Rr& äo4quysø9$# $u÷R9$# Ò=Ïès9 ×qølm;ur ×puZƒÎur 7äz$xÿs?ur öNä3oY÷t/ ֍èO%s3s?ur Îû ÉAºuqøBF{$# Ï»s9÷rF{$#ur ( È@sVyJx. B]øxî |=yfôãr& u$¤ÿä3ø9$# ¼çmè?$t7tR §NèO ßkÍku çm1uŽtIsù #vxÿóÁãB §NèO ãbqä3tƒ $VJ»sÜãm ( Îûur ÍotÅzFy$# Ò>#xtã ÓƒÏx© ×otÏÿøótBur z`ÏiB «!$# ×bºuqôÊÍur 4 $tBur äo4quysø9$# !$u÷R$!$# žwÎ) ßì»tFtB Írãäóø9$# ÇËÉÈ
Artinya   :  Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia Ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.[9]

Ayat diatas menunjukkan bahwa adanya kecenderungan sifat manusia yang berlebihan dalam cinta terhadap dunia (harta benda), sehingga tidak mengherankan dalam kehidupan modern ini mereka sulit menemukan kehidupan  bermakna yang penuh dengan nilai-nilai agama. Lantas dimanakah peran agama dalam mencegah dan mengobati problem manusia?
Banyak tawaran yang kemudian muncul seperti melalui perdukunan, aliran-aliran kebatinan, kelompok-kelompok ahli yoga yang memperoleh pasaran di Barat, yang lebih terarah pada pencarian spiritualitas tanpa agama.[10] Sementara agama sendiri selama ini cenderung ditinggalkan masyarakat karena sudah tidak menjanjikan kemajuan. Agama justru menjadi terasing dengan persoalan kehidupan manusia, karena fungsi agama menjadi kabur. Agama yang seharusnya menjadi pembebas akan terperosok dan terjebak pada aspek romantisme formal. Oleh sebab itu sangat wajar, apabila ketika kesalehan dijadikan alat untuk mencari popularitas, posisi, kedudukan, dan kekuasan konsekuensi logis yang akan ditanggung oleh umat beragama adalah ketidak berdayaan eksistensi.  Bahkan, Sigmund Freud[11] menganggap agama sebagai gejala “neurosis obsesi” yang universal, atau bagi Karl Max agama adalah candu masyarakat.[12]
Segudang permasalahan yang dihadapi manusia modern, menuntut untuk dicari jalan keluar. Kebiasaan yang terjadi, mereka lari ke sebuah kegiatan bimbingan konseling, dan sekarang pun telah muncul tasawuf sebagai salah satu disiplin ilmu keislaman tradisional yang mencoba menawarkan solusi terhadap permasalahan manusia.

Pendukung tasawuf sebagai solusi terhadap problem manusia, salah satunya adalah Sayyed Husein Nasr. Menurut Nasr, krisis dunia modern bersumber dari Barat sejak zaman  renaisans dan menyebar ke bagian lain muka bumi, di mana sejak saat itu manusia adalah makhluk bebas yang independen dari Tuhan dan alam.
Manusia membebaskan diri dari tatanan illahiyah (divine order) untuk selanjutnya membangun tatanan antrophomorfis tatanan yang semata-mata berpusat pada manusia yang mengakibatkan putus dari spiritualitas.[13] Selama ini manusia dilanda kehampaan spiritual karena kemajuan yang pesat dalam lapangan  ilmu dan filsafat - yang ternyata keduanya - tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok manusia akan nilai-nilai transenden. Selain Nasr, kita juga mengenal tokoh lain yang menggagas tasawuf modern, seperti Fazlur Rahman[14] dan Iqbal.[15] Sedangkan di Indonesia kita mengenal Hamka,[16] Simuh[17] dan Amin Syukur. 
Amin Syukur berpendapat bahwa pada mulanya tasawuf bersifat pasif dan lebih menekankan pada dimensi filosofis. Tetapi, tambahnya, tanggung jawab tasawuf pada masa sekarang dituntut aktif dalam memecahkan semua problem kehidupan modern, seperti kehampaan spiritual,  dekantasi moral, persoalan politik, pluralisme agama dan intelektual.[18] Tanggung jawab tersebut menuntut kontekstualisasi ajaran tasawuf yang lebih humanis, empiris dan fungsional yang lebih menekankan pada penghayatan ajaran Islam, bukan fokus pada kajian tentang Tuhan.
Menurutnya, tasawuf bagi manusia sekarang ini sebaiknya lebih ditekankan pada tasawuf sebagai akhlak, yaitu ajaran-ajaran mengenai moral yang hendaknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari guna memperoleh kebahagiaan optimal. Tasawuf ini bertujuan membentuk watak manusia yang memiliki sikap mental dan perilaku baik, memiliki etika dan sopan santun baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun terhadap Tuhan.[19] Amin Syukur berpendapat bahwa tasawuf akhlaqi dapat diwujudkan dalam bentuk redefinisi terhadap zuhud yang tidak hanya sebatas maqam, namun juga sebagai moralitas Islam. Mengubah alur ajaran sosial tasawuf  al-Futuwwah (sikap kepahlawanan), dan al-Itsar (sikap mementingkan orang lain) yang selama ini terbatas pada sikap kesalehan pribadi, kepada tingkatan kesalehan sosial.[20]
Namun, persoalannya kemudian adalah timbul asumsi bahwa tasawuf merupakan ajaran dan perilaku yang menyimpang dari Islam dikarenakan banyaknya muatan bid’ah dan khurafat.
Dari latar belakang diatas, peneliti terdorong untuk mengkaji lebih mendalam terhadap pemikiran tokoh tasawuf Indonesia itu, yaitu Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA., dan mengangkatnya menjadi judul Tesis, “Dimensi Rasionalitas Tasawuf: (Analisis Pemikiran Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA.).

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan maka muncul permasalahan sebagai berikut: 
1.      Bagaimana konsep tasawuf Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA. dalam buku Tasawuf Kontekstual; Solusi Problem Manusia Modern?
2.      Bagaimana analisis dimensi rasiolatias konsep tasawuf Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA. dalam buku Tasawuf Kontekstual; Solusi Problem Manusia Modern?
3.      Bagaimana implementasi konsep tasawuf Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA. bagi kehidupan manusia modern?

C.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :
1.      Untuk mendeskripsikan konsep tasawuf Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA. dalam buku Tasawuf Kontekstual; Solusi Problem Manusia Modern.
2.      Untuk mendeskripsikan analisis dimensi rasiolatias konsep tasawuf Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA. dalam buku Tasawuf Kontekstual; Solusi Problem Manusia Modern.
3.      Untuk mendeskripsikan implementasi dari konsep tasawuf Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA. bagi kehidupan manusia modern.

D.    Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1.      Secara Teoritis
a.       Untuk memperkaya khazanah keilmuan dalam ilmu tasawuf.
b.      Untuk lebih mengenal tokoh-tokoh Islam, terutama tokoh-tokoh tasawuf di Indonesia.
2.      Secara Praktis
Untuk dijadikan bacaan, referensi, dan rangsangan bagi penelitian selanjutnya, terutama yang berkaitan dengan ilmu tasawuf.

E.     Metode Penelitian
Metode adalah suatu sarana pokok pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karena suatu penelitian bertujuan untuk mengungkap kebenaran secara sistematis, metodologis, konsisten dengan mengadakan analisa dan konstruksi.[21] Sedangkan penelitian adalah sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologisdan konsisten, karena melelui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan kontruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diperoleh.[22]
Metode penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran ilmu pengetahuan, usaha mana digunakan untuk menggunakan metode ilmiah.[23]
Dalam usaha mencari kebenaran, salah satunya adalah melalui kegiatan ilmiah seperti penelitian dimana dalam penelitian tersebut akan mencari data atau bahan-bahan yang dapat digunakan untuk penulisan ilmiah.
1.      Jenis Penelitian
Penelitian ini digolongkan ke dalam penelitian kepustakaan  (library research),  karena data yang diteliti berupa naskah-naskah yang bersumber dari khasanah kepustakaan.[24]
2.      Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Pengkajian ini bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti untuk menggambarkan secara cermat suatu hal, fenomena, dan tidak terbatas pada pengumpulan data, melainkan meliputi analisis dan interpretasi.[25]
3.      Sumber Data
Dalam Penelitian ini menggunakan dua macam sumber data, yaitu sumber data primer dan sumber data skunder.
a.       Sumber data primer
Data primer dalah data authentik atau data langsung dari tangan pertama tentang masalah yang diungkapkan. Secara sederhana data ini disebut data asli.[26] Sumber data primer yang dimaksud adalah buku Tasawuf Kontekstual; Solusi Problem Manusia Modern karya Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA.
b.      Sumber data skunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikutip dari sumber lain sehingga tidak bersifat authentik (tidak asli) karena diperoleh dari tangan kedua, ketiga dan seterusnya.[27]
Sumber data sekunder ini penulis gunakan sebagai data pelengkap atau analisa perbandingan untuk mengetahui otentitas pemikiran Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA. Namun, data tersebut harus dapat dipertanggung jawabkan validitasnya.

4.      Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka, simak, dan catat. Teknik pustaka adalah teknik yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data.[28]
Data diperoleh dalam bentuk tulisan, yang harus dibaca dan disimak, hal-hal yang penting dicatat kemudian juga menyimpulkan dan mempelajari sumber tulisan yang dapat dijadikan sebagai landasan teori dan acuan dalam hubungan dengan objek yang akan diteliti. Teknik simak dan catat berarti peneliti sebagai instrumen kunci melakukan penyimakan secara cermat, terarah dan teliti terhadap sumber data primer. Hasil penyimakan itu dicatat sebagai data. Dalam data yang dicatat itu disertakan pula kode sumber datanya untuk pengecekan terhadap sumber data ketika diperlukan dalam rangka analisis data.[29]
5.      Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah analisis data dengan menggunakan metode  deskriptif analisis. Metode deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian ini dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.[30] Untuk selanjutnya dianalisis dengan melakukan pemeriksaan secara konsepsional atas suatu pernyataan, sehingga dapat diperoleh kejelasan arti yang terkandung dalam pernyataan tersebut.[31] Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Hadari Nawawi, bahwa:
Metode deskriptif merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta yang nampak, dalam hal ini tidak hanya penyajian data secara deskriptif, tetapi data yang terkumpul diolah dan ditafsirkan.[32]
Langkah-langkah yang peneliti gunakan untuk menganalisis data yang telah terkumpul adalah sebagai berikut:
a.       Peneliti mendeskripsikan data yang telah diperoleh, baik menyangkut pemikiran Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA. yang terdapat dalam Tasawuf Kontekstual; Solusi Problem Manusia Modern maupun buku-buku karyanya yang lain.
b.      Setelah dideskripsikan, tahap selanjutnya adalah menganalisis data deskriptif tersebut guna mencari dan menemukan dimensi rasionalitas tasawuf yang ditawarkan oleh Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA. dalam kehidupan manusia medoern.
F.     Sistematika Pembahasan
Dalam rangka menguraikan pembahasan masalah di atas, maka peneliti berusaha menyusun kerangka  penelitian secara sistematis, agar pembahasan lebih terarah dan mudah dipahami serta yang tak kalah penting adalah uraian-uraian yang disajikan nantinya mampu menjawab permasalahan yang telah disebutkan, sehingga tercapai  tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Sebelum menginjak pada bab pertama dan bab-bab berikutnya yang merupakan satu pokok pikiran yang utuh, maka penulisan penelitian ini diawali dengan bagian muka yang memuat halaman judul, nota pembimbing, pengesahan, motto, persembahan, kata pengantar dan daftar isi.
Bab pertama adalah pendahuluan. Bab ini berisi : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,  Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Kerangka Teori, dan Metode Penelitian yang meliputi: jenis pendekatan,  sumber data, pengumpulan data, serta analisis data, serta Sistematika Pembahasan.
Bab kedua merupakan landasan teoritis yang menjelaskan tentang Diskripsi tentang Tasawuf, Maqomat dan Thariqah. Bab ini akan membahas tentang pengetian tasawuf, deskripsi tentang kemunculan tasawuf, maqomat, tarekat dan rekonstruksi terhadap tasawuf. Bab ini dimaksudkan sebagai landasan teori untuk pembahasan yang lebih tajam dan akurat agar sesuai dengan pokok permasalahan yang menjadi fokus penelitian agar tidak keluar dari landasan teori yang telah dibangun.
Bab ketiga berisi gambaran umum buku Tasawuf Kontekstual; Solusi Problem Manusia Modern. Berisi biografi penulis, setting yang melatarbelakangi penulisan buku serta paparan konsep tasawuf yang terdapat di dalamnya.
Bab empat adalah Analisa dimensi rasionalitas tasawuf Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA. dalam buku Tasawuf Kontekstual; Solusi Problem Manusia Modern serta paparan implementasi konsep rasionalitas tasawuf dalam kehidupan manusia modern.
Bab kelima adalah penutup. Bab ini memuat kesimpulan yang merupakan hasil dari pengkajian dan analisis terhadap dimensi rasionalitas tasawuf Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA. dalam buku Tasawuf Kontekstual; Solusi Problem Manusia Modern, saran-saran serta diikuti dengan uraian kata penutup.
Setelah penutup, dilampirkan pula daftar pustaka, biodata dan  lampiran-lampiran.



DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Najib Burhani (ed.), Manusia Modern Mendamba Allah Renungan Tasawuf Positif, Jakarta: Hikmah, 2002.
Amien Rais,  Tauhid Sosial Formulasi Menggempur Kesenjangan, Bandung: Mizan, 1998.
Amin Syukur, Menggugat Tasawuf dan Sufisme; Tanggung Jawab Abad 21, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.
____________, Tasawuf Kontekstual; Solusi Problem Manusia Modern, Yogyakarta: Pustaka, 2003.
Budi Munawar Rachman, “Tradisionalisme Nasr: Eksposisi dan Refleksi Laporan Seminar Sayyed Husain Nasr”, dalam : Jurnal Ulumul Qur’an, No. V/4/1993.
Consuelo G. Sevilla, dkk., Pengantar Metode Penelitian, Jakarta: UI Press,  1993.
Dadang Hawari, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,  Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1999.
Depag RI,  Al-Qur’an al-Karim dan Terjemahnya. Semarang: Penerbit CV. Toha Putra. 1996.
Fazlur Rahman,  Islam, terj. Ahsin Muhammad, Bandung, Pustaka, 1984.
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Semarang: IKIP Semarang Press, 1995.
Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Penelitian Terapan, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996.
Hadari Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta : Gajah Mada Press, 1995.
Hamka,  Tasawuf Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987.
Harun Hadiwijoyo, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Jakarta: Kanisius, 1980.
Harun Nasution,  Gerakan Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, t.t..
Ilyas Ba Yunus Farid Ahmad, Sosiologi Islam dan Masyarakat Kontemporer, Bandung: Mizan, t.t.
Jalaluddin,  Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
Komaruddin Hidayat dan Muh. Wahyuni Nafis, Agama Masa Depan Perspektif Filsafat Perenial, Jakarta: Paramadina, 1995.
Muhammad Nasir, Metode Penelitian. Jakarta : Galia Indonesia, 1985.
Nurcholish Madjid, Islam, Doktrin dan  Peradaban,  Jakarta:  Paramadina,  1992.
Simuh,  Sufisme Jawa; Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1999.
Soejono Soekanto dan Sri Mamudji , Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, cet. III, Jakarta : Rajawali Press, 1990.
Soetrisno Hadi, Metodologi Researh, Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, 1980.
Subroto. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1992.
_______, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.
Suparmoko, Metode Penelitian Praktis, Yogyakarta: BPFE, 1991.
Sutopo, H.B., Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS Press, 2002.





[1] Istilah “Modern” berasal dari Barat yang dalam bahasa Indonesia bisa diartikan terbaru atau mutakhir. Zaman modern secara historis berawal dari lemahnya pengaruh filsafat skolastik (abad pertengahan). Kira-kira abad 14, pada masa itu pengaruh gereja sangat kuat dalam segala hal. Kemudian pada abad 15-16 muncul renaissance (kelahiran kembali), yaitu suatu gerakan yang meliputi suatu zaman dimana orang merasa dirinya telah lahir kembali dalam keadaban. Pada masa ini kajian filsafat diarahkan pada dunia dan diri sendiri (hal-hal yang konkrit). Sehingga manusia merasa bebas terhadap segala kuasa dan tradisi. Dan dari sinilah filsafat jauh dari agama. Kemudian yang muncul adalah zaman yang mengedepankan rasionalitas (IPTEK). Lihat, Harun Hadiwijoyo, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Jakarta: Kanisius, 1980), hlm. 1-5
[2] Nurcholish Madjid, Islam, Doktrin dan  Peradaban,  (Jakarta:  Paramadina,  1992), hlm.  458 
[3] Komaruddin Hidayat dan Muh. Wahyuni Nafis, Agama Masa Depan Perspektif Filsafat Perenial, (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 3
[4] Dadang Hawari, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,  (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1999), hlm. 3 
[5] Amien Rais,  Tauhid Sosial Formulasi Menggempur Kesenjangan,  (Bandung: Mizan, 1998), hlm.101
[6] Rollo May adalah salah seorang tokoh Konseling Psikoterapi Eropa. Menurutnya, psikoterapi dan konseling diarahkan pada menolong orang agar bisa menemukan makna hidup dan menyelesaikan problem. Terapis perlu menolong pribadi untuk mencari jalan keluar agar mencapai hidup lebih baik, mengarahkan perhatiannya dalam diri umat manusia, termasuk dalam nilai-nilai yang membuat hidup itu bermakna. Apabila pribadi kandas dalam memahami nilai-nilai ini, maka terapis dianggap gagal menjalankan misinya. Lihat, Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1995), hlm. 247
[7] Ahmad Najib Burhani (ed.), Manusia Modern Mendamba Allah Renungan Tasawuf Positif, (Jakarta: Hikmah, 2002), hlm. 168
[8] Budi Munawar Rachman, “Tradisionalisme Nasr: Eksposisi dan Refleksi Laporan Seminar Sayyed Husain Nasr”, dalam : Jurnal Ulumul Qur’an, No. V/4/1993, hlm.107
[9] QS. Al-Hadid (57) : 20
[10] Perdukunan dalam psikologi agama termasuk  aliran klenik yang artinya segala sesuatu yang berhubungan dengan kepercayaan akan hal-hal yang mengandung rahasia dan menyimpang dan tidak masuk akal. Ini termasuk tingkah laku keagamaan yang menyimpang. Biasanya orang-orang  yang masuk ke dalam aliran ini, karena kekosongan spiritual dan penderitaan rendah akan kesadaran agamanya serta cenderung kehilangan pegangan hidup. Lihat, Jalaluddin,  Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 253
[11] Menurut Freud, libido sexuil (naluri sek) merupakan sumber jiwa keagamaan yang muncul pada diri seseorang. Agama muncul setelah peristiwa Oedipus Complex Mitos Yunani Kuno yang menceritakan karena kecintaan berlebihan kepada ibunya, akhirnya Oedipus membunuh yahnya. Peristiwa tersebut menimbulkan  rasa bersalah (sense of guilt) dilanjutkan dengan image father (citra Ayah). Rasa bersalah ini menumbuhkan ide untuk menembus kesalahan dengan melakukan upacara pemujaan. Berbagai tahapan ini yang kemudian membawa Freud berkesimpulan bahwa agama muncul dari ilusi (khayalan) manusia. Lihat, Ibid., hlm. 55-56
[12] Karl Marx (1818-1883), pencetus gerakan sosialis internasional. Sosiologi Marx didasarkan pada dua asumsi utama, yaitu: (1) kegiatan ekonomi sebagai faktor penentu utama kegiatan masyarakat, (2) Ia melihat masyarakat manusia terutama dari sudut konflik sepanjang sejarah. Berdasarkan asumsi tersebut dunia hanya merupakan ladang eksploitasi dan penindasan, tidak ada konsensus / kerja sama. Sehingga agama dianggap sebagai sesuatu yang didakwahkan oleh para penindas untuk menciptakan tujuan mereka sendiri. Lihat, Ilyas Ba Yunus Farid Ahmad, Sosiologi Islam dan Masyarakat Kontemporer, (Bandung: Mizan, t.th.), hlm. 22-23
[13] Budi Munawar Rachman, Tradisionalisme.., hlm.107
[14] Menampilkan neo-sufisme, yaitu sufisme yang cenderung menimbulkan aktivisme ortodok dan menanamkan kembali pada sikap positif pada dunia. Lihat, Fazlur Rahman,  Islam, terj. Ahsin Muhammad, (Bandung, Pustaka, 1984), hlm. 132 
[15] Cendekiawan  muslim Pakistan ini bependapat bahwa Islam menolak konsep lama bahwa alam bersifat statis ia mempertahankan konsep dinamisme yang mengakui perubahan dalam kehidupan sosial manusia, sehingga tasawuf yang diartikan mengasingkan diri dari dunia tidak berlaku baginya. Lihat, Harun Nasution,  Gerakan Pembaharuan dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, t.th.), hlm. 192
[16] Menurut Hamka, bahwa zuhud bersifat dinamis, bekerja keras untuk memperoleh kenikmatan dunia dengan tidak melupakan Tuhan dan bukan mencari harta untuk kesempurnaan harta itu sendiri, namun untuk kesempurnaan jiwa.  Lihat, Hamka,  Tasawuf Modern, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987), hlm. 48
[17] Dengan modern yang didominasi oleh sikap kritis, sekuler dan pragmatis harus diimbangi dengan pembinaan rasa etis. Tasawuf Islam yang menekankan pada sikap ihsan dapat menjadi sarana bagi pembinaan alam pikir manusia yang dicemari oleh paham sekuleris dan paham legalistik. Lihat, Simuh,  Sufisme Jawa; Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1999), hlm. 35-36 
[18] Amin Syukur, Menggugat Tasawuf dan Sufisme; Tanggung Jawab Abad 21, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 112
[19]Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual; Solusi Problem Manusia Modern, (Yogyakarta: Pustaka, 2003), hlm. 1-2
[20] Amin Syukur, Menggugat ..., hlm. 88
[21]Soejono Soekanto dan Sri Mamudji , Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, cet. III, (Jakarta : Rajawali Press, 1990), hlm. 1
[22]Suparmoko, Metode Penelitian Praktis, (Yogyakarta, BPFE, 1991), hlm. 1
[23]Soetrisno Hadi, Metodologi Researh, (Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, 1980), hlm. 7
[24]Muhammad Nasir, Metode Penelitian. (Jakarta : Galia Indonesia, 1985). hlm. 54
[25]H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Surakarta : UNS Press, 2002), hlm. 8-10
[26]Hadari Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta : Gajah Mada Press, 1995), hlm. 80

[27] Ibid, hlm. 80

[28]Subroto. Penelitian Kwalitatif. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1992), hlm. 42
[29] Ibid., hlm. 41-42
[30] Consuelo G. Sevilla, dkk., Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: UI Press,  1993), hlm. 71
[31] Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 60

[32] Hadari Nawawi dan Mimi Martini,  Penelitian Terapan, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996), hlm. 73

No comments:

Post a Comment