PROPOSAL TESIS
DIMENSI RASIONALITAS TASAWUF
(Analisis
Pemikiran Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA.)

Oleh:
NURSAHIDIN
091/PPs/MPdI/09
Merupakan Tugas Mata Kuliah Metode Penelitian
Kualitatif
Dosen
Pengampu: DR. H Raharjo, M.Ed
MAGISTER
PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM
PASCASARJANA (PPs)
UNIVERSITAS
SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ)
JAWA
TENGAH DI WONOSOBO
2013
DIMENSI RASIONALITAS TASAWUF
(Analisis Pemikiran Prof. Dr. H. Amin
Syukur, MA.)
A. Latar
Belakang
Modernisasi,[1]
disadari atau tidak ternyata telah merambah dan menanamkan pengaruh kuat di
seluruh penjuru dunia. Modernisasi ini ditandai dengan adanya penghargaan yang
tinggi terhadap kemampuan rasio yang kemudian melahirkan kemajuan dalam bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan tersebut diaplikasikan dalam “industrialisasi”, yaitu penggunaan ilmu
pengetahuan dan teknologi terapan secara besar-besaran dengan menggunakan
tenaga permesinan.
Fenomena yang lahir di Barat tersebut
kemudian mendunia, sehingga menuntut semua negara untuk mampu mengejar
ketinggalannya dengan mengubah alur dari negara agraris menuju negara industri,
tak terkecuali Indonesia yang kini sedang dalam masa transisi. Proses
modernisasi bagi negara berkembang seperti Indonesia mengandung unsur
perjuangan mencapai taraf hidup yang lebih tinggi. Apalagi adanya kenyataan
yang tak dapat dipungkiri bahwa kemakmuran material mempunyai akibat pada
bidang-bidang seperti sosial politik, pertahanan, dan lain-lain. Sebaliknya
kemunduran ekonomi selalu berdampak pada lemahnya bidang-bidang tersebut.[2]
Kondisi demikian memunculkan masyarakat
yang sering dikonotasikan sebagai masyarakat yang telah memiliki kesadaran
pragmatis-materialistik dan rasional serta diidentifikasikan sebagai masyarakat
yang telah mencapai kemajuan IPTEK.[3]
Mereka lebih mempercayai kemampuan rasio dan kebenaran teori ilmiah daripada
pengetahuan religius. Banyak orang menyangka dengan modernisasi itu akan
memberikan kesejahteraan dan kemakmuran. Mereka lupa bahwa dibalik modernisasi
yang serba gemerlap materi yang menggiurkan itu terdapat gejala yang dinamakan “the
agony of modenization”, yaitu azab sengsara modernisasi.[4]
Suasana hidup yang demikian dalam
konteks Indonesia dapat dilihat di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung,
dan Semarang. Suasana hidup hobbesian
(penindasan yang kuat terhadap yang lemah) sangat dirasakan dalam kehidupan
kota, sehingga terbuktilah pernyataan
Thomas Hobbes bahwa manusia yang satu terhadap manusia yang lain bertindak
seperti srigala (homo homini lopus).[5]
Masyarakat modern ini sangat
mendewa-dewakan ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara pemahaman keagamaan
yang berdasarkan wahyu ditinggalkan dan hidup dalam keadaan sekular. Mereka cenderung mengejar kebutuhan
materi dan bergaya hidup hedonis daripada memikirkan agama yang dianggap tidak
memberikan peran apapun.
Masyarakat demikian telah kehilangan
visi keilahian yang tumpul penglihatannya terhadap realitas hidup dan kehidupan. Kemajuan-kemajuan yang
terjadi telah merambah dalam berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi,
budaya dan politik. Kondisi ini mengharuskan individu untuk beradaptasi
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan pasti. Padahal dalam
kenyataannya, tidak semua individu mampu melakukannya, sehingga yang terjadi justru masyarakat atau
manusia yang menyimpan banyak problem.
Simbol-simbol zaman modern yang
ditampakkan oleh peradaban kota dengan tingkat mobilitas yang tinggi dan
perubahan lingkungan yang cepat menimbulkan kesenjangan antara manusia dan
lingkungan sosialnya. Realitas ini kemudian memunculkan penggambaran yang
variatif atas kondisi manusia modern yang sarat dengan problem psikis. Tokoh
psikologi humanis, Rollo May[6]
mengistilahkan manusia modern sebagai “manusia dalam kerangkeng”, yaitu manusia
yang sudah kehilangan makna hidup. Ia selalu dilanda keresahan dan tidak mampu
memilih jalan hidup yang diinginkan. Para sosiolog menyebut keadaan manusia
modern ini sebagai gejala keterasingan (alienasi).[7]
Manusia modern juga dianggap telah
keluar dari eksistensinya. Akibatnya, yang muncul adalah manusia-manusia yang
frustasi, stress, powerlessness, cemas, ketakutan, putus asa, bahkan sampai
pada taraf psikosis atau neurosis. Zaman modern ini juga ditandai dengan
perilaku-perilaku menyimpang, seperti bunuh diri, korupsi, kolusi, nepotisme
(KKN) dan berbagai tindakan kriminal lainnya yang menyebabkan dehumanisasi.
Perilaku buruk manusia modern tidak cukup dipuaskan dengan menindas dan
menghancurkan sesamanya, namun juga dilampiaskan terhadap alam. Manusia
berusaha menaklukkan dunia secara tanpa batas.
Alam dipandang tak lebih dari objek dan
sumber daya yang perlu dimanfaatkan dan diekploitasi semaksimal mungkin.
Manusia modern memperlakukan alam sama
dengan pelacur, mereka menikmati dan mengeksploitasi untuk kepentingan dirinya
tanpa mempunyai rasa kewajiban dan tanggung jawab apapun.[8] Semua
yang terjadi merupakan konsekuensi dari modernisasi yang menyebabkan
perubahan-perubahan sosial dan interaksi sosial budaya yang serba cepat, dimana
individu dan masyarakat cenderung melakukan pengingkaran terhadap Tuhannya. Hal
ini sesuai Firman Allah dalam surat al-Hadid ayat 20 sebagai berikut:
(#þqßJn=ôã$# $yJ¯Rr& äo4quysø9$# $u÷R9$# Ò=Ïès9 ×qølm;ur ×puZÎur
7äz$xÿs?ur öNä3oY÷t/ ÖèO%s3s?ur Îû ÉAºuqøBF{$# Ï»s9÷rF{$#ur
(
È@sVyJx. B]øxî |=yfôãr& u$¤ÿä3ø9$# ¼çmè?$t7tR §NèO ßkÍku çm1utIsù
#vxÿóÁãB
§NèO ãbqä3t $VJ»sÜãm (
Îûur
ÍotÅzFy$# Ò>#xtã ÓÏx© ×otÏÿøótBur z`ÏiB
«!$# ×bºuqôÊÍur 4
$tBur
äo4quysø9$# !$u÷R$!$# wÎ) ßì»tFtB Írãäóø9$# ÇËÉÈ
Artinya : Ketahuilah,
bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia Ini hanyalah permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan
tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan
para petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning
Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan
dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah
kesenangan yang menipu.[9]
Ayat diatas menunjukkan bahwa adanya
kecenderungan sifat manusia yang berlebihan dalam cinta terhadap dunia (harta
benda), sehingga tidak mengherankan dalam kehidupan modern ini mereka sulit
menemukan kehidupan bermakna yang penuh
dengan nilai-nilai agama. Lantas dimanakah peran agama dalam mencegah dan
mengobati problem manusia?
Banyak tawaran yang kemudian muncul
seperti melalui perdukunan, aliran-aliran kebatinan, kelompok-kelompok ahli
yoga yang memperoleh pasaran di Barat, yang lebih terarah pada pencarian
spiritualitas tanpa agama.[10]
Sementara agama sendiri selama ini cenderung ditinggalkan masyarakat karena
sudah tidak menjanjikan kemajuan. Agama justru menjadi terasing dengan
persoalan kehidupan manusia, karena fungsi agama menjadi kabur. Agama yang
seharusnya menjadi pembebas akan terperosok dan terjebak pada aspek romantisme
formal. Oleh sebab itu sangat wajar, apabila ketika kesalehan dijadikan alat
untuk mencari popularitas, posisi, kedudukan, dan kekuasan konsekuensi logis
yang akan ditanggung oleh umat beragama adalah ketidak berdayaan eksistensi. Bahkan, Sigmund Freud[11] menganggap
agama sebagai gejala “neurosis obsesi” yang universal, atau bagi Karl
Max agama adalah candu masyarakat.[12]
Segudang permasalahan yang dihadapi
manusia modern, menuntut untuk dicari jalan keluar. Kebiasaan yang terjadi,
mereka lari ke sebuah kegiatan bimbingan konseling, dan sekarang pun telah
muncul tasawuf sebagai salah satu disiplin ilmu keislaman tradisional yang
mencoba menawarkan solusi terhadap permasalahan manusia.
Pendukung tasawuf sebagai solusi
terhadap problem manusia, salah satunya adalah Sayyed Husein Nasr. Menurut Nasr,
krisis dunia modern bersumber dari Barat sejak zaman renaisans dan menyebar ke bagian lain muka
bumi, di mana sejak saat itu manusia adalah makhluk bebas yang independen dari
Tuhan dan alam.
Manusia membebaskan diri dari tatanan
illahiyah (divine order) untuk selanjutnya membangun tatanan
antrophomorfis tatanan yang semata-mata berpusat pada manusia yang
mengakibatkan putus dari spiritualitas.[13]
Selama ini manusia dilanda kehampaan spiritual karena kemajuan yang pesat dalam
lapangan ilmu dan filsafat - yang
ternyata keduanya - tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok manusia akan
nilai-nilai transenden. Selain Nasr, kita juga mengenal tokoh lain yang
menggagas tasawuf modern, seperti Fazlur Rahman[14]
dan Iqbal.[15]
Sedangkan di Indonesia kita mengenal Hamka,[16]
Simuh[17]
dan Amin Syukur.
Amin Syukur berpendapat bahwa pada
mulanya tasawuf bersifat pasif dan lebih menekankan pada dimensi filosofis.
Tetapi, tambahnya, tanggung jawab tasawuf pada masa sekarang dituntut aktif
dalam memecahkan semua problem kehidupan modern, seperti kehampaan
spiritual, dekantasi moral, persoalan
politik, pluralisme agama dan intelektual.[18]
Tanggung jawab tersebut menuntut kontekstualisasi ajaran tasawuf yang lebih
humanis, empiris dan fungsional yang lebih menekankan pada penghayatan ajaran
Islam, bukan fokus pada kajian tentang Tuhan.
Menurutnya, tasawuf bagi manusia
sekarang ini sebaiknya lebih ditekankan pada tasawuf sebagai akhlak, yaitu
ajaran-ajaran mengenai moral yang hendaknya diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari guna memperoleh kebahagiaan optimal. Tasawuf ini bertujuan
membentuk watak manusia yang memiliki sikap mental dan perilaku baik, memiliki
etika dan sopan santun baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun terhadap
Tuhan.[19]
Amin Syukur berpendapat bahwa tasawuf akhlaqi dapat diwujudkan dalam bentuk
redefinisi terhadap zuhud yang tidak hanya sebatas maqam, namun juga sebagai
moralitas Islam. Mengubah alur ajaran sosial tasawuf al-Futuwwah (sikap kepahlawanan), dan al-Itsar
(sikap mementingkan orang lain) yang selama ini terbatas pada sikap kesalehan
pribadi, kepada tingkatan kesalehan sosial.[20]
Namun, persoalannya kemudian adalah
timbul asumsi bahwa tasawuf merupakan ajaran dan perilaku yang menyimpang dari
Islam dikarenakan banyaknya muatan bid’ah dan khurafat.
Dari latar belakang diatas, peneliti
terdorong untuk mengkaji lebih mendalam terhadap pemikiran tokoh tasawuf
Indonesia itu, yaitu Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA., dan mengangkatnya menjadi
judul Tesis, “Dimensi Rasionalitas Tasawuf: (Analisis Pemikiran Prof. Dr. H.
Amin Syukur, MA.).
B. Rumusan
Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan
maka muncul permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana
konsep tasawuf Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA. dalam buku Tasawuf Kontekstual;
Solusi Problem Manusia Modern?
2. Bagaimana
analisis dimensi rasiolatias konsep tasawuf Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA. dalam
buku Tasawuf Kontekstual; Solusi Problem Manusia Modern?
3. Bagaimana
implementasi konsep tasawuf Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA. bagi kehidupan
manusia modern?
C. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas,
maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk
mendeskripsikan konsep tasawuf Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA. dalam buku Tasawuf
Kontekstual; Solusi Problem Manusia Modern.
2. Untuk
mendeskripsikan analisis dimensi rasiolatias konsep tasawuf Prof. Dr. H. Amin
Syukur, MA. dalam buku Tasawuf Kontekstual; Solusi Problem Manusia Modern.
3. Untuk
mendeskripsikan implementasi dari konsep tasawuf Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA. bagi
kehidupan manusia modern.
D. Manfaat
Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat :
1. Secara
Teoritis
a. Untuk
memperkaya khazanah keilmuan dalam ilmu tasawuf.
b. Untuk
lebih mengenal tokoh-tokoh Islam, terutama tokoh-tokoh tasawuf di Indonesia.
2. Secara
Praktis
Untuk
dijadikan bacaan, referensi, dan rangsangan bagi penelitian selanjutnya,
terutama yang berkaitan dengan ilmu tasawuf.
E. Metode
Penelitian
Metode adalah suatu sarana pokok pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karena suatu penelitian bertujuan untuk
mengungkap kebenaran secara sistematis, metodologis, konsisten dengan
mengadakan analisa dan konstruksi.[21]
Sedangkan penelitian adalah sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis,
metodologisdan konsisten, karena melelui proses penelitian tersebut diadakan
analisa dan kontruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diperoleh.[22]
Metode penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan,
mengembangkan dan menguji kebenaran ilmu pengetahuan, usaha mana digunakan
untuk menggunakan metode ilmiah.[23]
Dalam usaha
mencari kebenaran, salah satunya adalah melalui kegiatan ilmiah seperti penelitian dimana dalam penelitian tersebut
akan mencari data atau bahan-bahan yang dapat digunakan untuk penulisan ilmiah.
1.
Jenis
Penelitian
Penelitian ini digolongkan ke dalam
penelitian kepustakaan (library
research), karena data yang diteliti
berupa naskah-naskah yang bersumber dari khasanah kepustakaan.[24]
2.
Pendekatan
Penelitian
Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Pengkajian
ini bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dengan
pendeskripsian yang teliti untuk menggambarkan secara cermat suatu hal,
fenomena, dan tidak terbatas pada pengumpulan data, melainkan meliputi analisis
dan interpretasi.[25]
3.
Sumber Data
Dalam
Penelitian ini menggunakan dua macam sumber data, yaitu sumber data primer dan
sumber data skunder.
a.
Sumber data
primer
Data primer dalah data authentik atau data langsung dari tangan
pertama tentang masalah yang diungkapkan. Secara sederhana data ini disebut
data asli.[26]
Sumber data primer yang
dimaksud adalah buku Tasawuf Kontekstual; Solusi Problem
Manusia Modern karya Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA.
b.
Sumber data
skunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau
dikutip dari sumber lain sehingga tidak bersifat authentik (tidak asli) karena
diperoleh dari tangan kedua, ketiga dan seterusnya.[27]
Sumber data sekunder ini penulis gunakan
sebagai data pelengkap atau analisa
perbandingan untuk mengetahui otentitas pemikiran Prof.
Dr. H. Amin Syukur, MA. Namun,
data tersebut harus
dapat dipertanggung jawabkan validitasnya.
4.
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka,
simak, dan catat. Teknik pustaka adalah teknik yang menggunakan sumber-sumber
tertulis untuk memperoleh data.[28]
Data diperoleh
dalam bentuk tulisan, yang harus dibaca dan disimak, hal-hal yang penting
dicatat kemudian juga menyimpulkan dan mempelajari sumber tulisan yang dapat
dijadikan sebagai landasan teori dan acuan dalam hubungan dengan objek yang
akan diteliti. Teknik simak dan catat berarti peneliti sebagai instrumen kunci
melakukan penyimakan secara cermat, terarah dan teliti terhadap sumber data
primer. Hasil penyimakan itu dicatat sebagai data. Dalam data yang dicatat itu
disertakan pula kode sumber datanya untuk pengecekan terhadap sumber data
ketika diperlukan dalam rangka analisis data.[29]
5.
Teknik Analisis
Data
Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah analisis
data dengan menggunakan metode
deskriptif analisis. Metode deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan
sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian ini dilakukan
dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.[30] Untuk selanjutnya
dianalisis dengan melakukan pemeriksaan secara konsepsional atas suatu
pernyataan, sehingga dapat diperoleh kejelasan arti yang terkandung dalam
pernyataan tersebut.[31] Hal ini sesuai dengan apa
yang dikemukakan Hadari Nawawi, bahwa:
Metode deskriptif merupakan prosedur pemecahan masalah yang
diselidiki dengan menggambarkan keadaan objek penelitian pada saat sekarang
berdasarkan fakta yang nampak, dalam hal ini tidak hanya penyajian data secara
deskriptif, tetapi data yang terkumpul diolah dan ditafsirkan.[32]
Langkah-langkah yang peneliti gunakan untuk menganalisis data yang
telah terkumpul adalah sebagai berikut:
a.
Peneliti mendeskripsikan data yang telah diperoleh, baik menyangkut
pemikiran Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA. yang terdapat dalam Tasawuf
Kontekstual; Solusi Problem Manusia Modern maupun buku-buku karyanya yang lain.
b.
Setelah dideskripsikan, tahap selanjutnya adalah menganalisis data
deskriptif tersebut guna mencari dan menemukan dimensi rasionalitas tasawuf
yang ditawarkan oleh Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA. dalam kehidupan manusia medoern.
F. Sistematika
Pembahasan
Dalam rangka menguraikan pembahasan
masalah di atas, maka peneliti berusaha menyusun kerangka penelitian secara sistematis, agar pembahasan
lebih terarah dan mudah dipahami serta yang tak kalah penting adalah uraian-uraian
yang disajikan nantinya mampu menjawab permasalahan yang telah disebutkan,
sehingga tercapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan.
Sebelum menginjak pada bab pertama dan
bab-bab berikutnya yang merupakan satu pokok pikiran yang utuh, maka penulisan penelitian
ini diawali dengan bagian muka yang memuat halaman judul, nota pembimbing,
pengesahan, motto, persembahan, kata pengantar dan daftar isi.
Bab
pertama adalah pendahuluan. Bab ini berisi : Latar Belakang
Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Kerangka Teori, dan Metode Penelitian
yang meliputi: jenis pendekatan, sumber
data, pengumpulan data, serta analisis data, serta Sistematika Pembahasan.
Bab
kedua merupakan landasan teoritis yang menjelaskan
tentang Diskripsi tentang Tasawuf, Maqomat dan Thariqah. Bab ini akan membahas
tentang pengetian tasawuf, deskripsi tentang kemunculan tasawuf, maqomat,
tarekat dan rekonstruksi terhadap tasawuf. Bab ini dimaksudkan sebagai landasan
teori untuk pembahasan yang lebih tajam dan akurat agar sesuai dengan pokok
permasalahan yang menjadi fokus penelitian agar tidak keluar dari landasan
teori yang telah dibangun.
Bab
ketiga berisi gambaran umum buku Tasawuf Kontekstual;
Solusi Problem Manusia Modern. Berisi biografi penulis, setting yang
melatarbelakangi penulisan buku serta paparan konsep tasawuf yang terdapat di
dalamnya.
Bab
empat adalah Analisa dimensi rasionalitas tasawuf Prof.
Dr. H. Amin Syukur, MA. dalam buku Tasawuf Kontekstual;
Solusi Problem Manusia Modern serta paparan implementasi konsep rasionalitas
tasawuf dalam kehidupan manusia modern.
Bab
kelima adalah penutup. Bab ini memuat kesimpulan yang
merupakan hasil dari pengkajian dan analisis terhadap dimensi rasionalitas
tasawuf Prof. Dr. H. Amin Syukur, MA. dalam buku Tasawuf Kontekstual; Solusi
Problem Manusia Modern, saran-saran serta diikuti dengan uraian kata penutup.
Setelah penutup, dilampirkan pula daftar
pustaka, biodata dan lampiran-lampiran.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Najib Burhani (ed.), Manusia Modern Mendamba Allah
Renungan Tasawuf Positif, Jakarta: Hikmah, 2002.
Amien Rais, Tauhid Sosial
Formulasi Menggempur Kesenjangan, Bandung: Mizan, 1998.
Amin Syukur, Menggugat Tasawuf dan Sufisme; Tanggung Jawab Abad
21, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.
____________, Tasawuf Kontekstual; Solusi Problem Manusia
Modern, Yogyakarta: Pustaka, 2003.
Budi Munawar Rachman, “Tradisionalisme Nasr: Eksposisi dan Refleksi
Laporan Seminar Sayyed Husain Nasr”, dalam : Jurnal Ulumul Qur’an, No.
V/4/1993.
Consuelo G. Sevilla, dkk., Pengantar Metode Penelitian, Jakarta:
UI Press, 1993.
Dadang Hawari, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1999.
Depag
RI, Al-Qur’an al-Karim dan
Terjemahnya. Semarang: Penerbit CV. Toha Putra. 1996.
Fazlur Rahman, Islam,
terj. Ahsin Muhammad, Bandung, Pustaka, 1984.
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi,
Semarang: IKIP Semarang Press, 1995.
Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Penelitian Terapan,
Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996.
Hadari Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta
: Gajah Mada Press, 1995.
Hamka, Tasawuf Modern,
Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987.
Harun Hadiwijoyo, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Jakarta:
Kanisius, 1980.
Harun Nasution, Gerakan
Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, t.t..
Ilyas Ba Yunus Farid Ahmad, Sosiologi Islam dan Masyarakat
Kontemporer, Bandung: Mizan, t.t.
Jalaluddin, Psikologi
Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
Komaruddin Hidayat dan Muh. Wahyuni Nafis, Agama Masa Depan
Perspektif Filsafat Perenial, Jakarta: Paramadina, 1995.
Muhammad Nasir, Metode Penelitian. Jakarta : Galia
Indonesia, 1985.
Nurcholish Madjid, Islam, Doktrin dan Peradaban, Jakarta:
Paramadina, 1992.
Simuh, Sufisme Jawa;
Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa, Yogyakarta: Yayasan Bentang
Budaya, 1999.
Soejono Soekanto dan Sri Mamudji , Penelitian Hukum Normatif
suatu Tinjauan Singkat, cet. III, Jakarta : Rajawali Press, 1990.
Soetrisno Hadi, Metodologi Researh, Yogyakarta : Yayasan
Penerbit Fakultas Psikologi UGM, 1980.
Subroto. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1992.
_______, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1997.
Suparmoko, Metode Penelitian Praktis, Yogyakarta: BPFE, 1991.
Sutopo, H.B., Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta :
UNS Press, 2002.
[1]
Istilah
“Modern” berasal dari Barat yang dalam bahasa Indonesia bisa diartikan
terbaru atau mutakhir. Zaman modern secara historis berawal dari lemahnya
pengaruh filsafat skolastik (abad pertengahan). Kira-kira abad 14, pada masa
itu pengaruh gereja sangat kuat dalam segala hal. Kemudian pada abad 15-16
muncul renaissance (kelahiran kembali), yaitu suatu gerakan yang
meliputi suatu zaman dimana orang merasa dirinya telah lahir kembali dalam
keadaban. Pada masa ini kajian filsafat diarahkan pada dunia dan diri sendiri
(hal-hal yang konkrit). Sehingga manusia merasa bebas terhadap segala kuasa dan
tradisi. Dan dari sinilah filsafat jauh dari agama. Kemudian yang muncul adalah
zaman yang mengedepankan rasionalitas (IPTEK). Lihat, Harun Hadiwijoyo, Sari
Sejarah Filsafat Barat 2, (Jakarta: Kanisius, 1980), hlm. 1-5
[2]
Nurcholish
Madjid, Islam, Doktrin dan Peradaban, (Jakarta:
Paramadina, 1992), hlm. 458
[3]
Komaruddin
Hidayat dan Muh. Wahyuni Nafis, Agama Masa Depan Perspektif Filsafat
Perenial, (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 3
[4]
Dadang
Hawari, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1999),
hlm. 3
[5]
Amien
Rais, Tauhid Sosial Formulasi
Menggempur Kesenjangan, (Bandung:
Mizan, 1998), hlm.101
[6]
Rollo
May adalah salah seorang tokoh Konseling Psikoterapi Eropa. Menurutnya,
psikoterapi dan konseling diarahkan pada menolong orang agar bisa menemukan
makna hidup dan menyelesaikan problem. Terapis perlu menolong pribadi untuk
mencari jalan keluar agar mencapai hidup lebih baik, mengarahkan perhatiannya
dalam diri umat manusia, termasuk dalam nilai-nilai yang membuat hidup itu
bermakna. Apabila pribadi kandas dalam memahami nilai-nilai ini, maka terapis
dianggap gagal menjalankan misinya. Lihat, Gerald Corey, Teori dan Praktek
Konseling dan Psikoterapi, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1995), hlm. 247
[7]
Ahmad
Najib Burhani (ed.), Manusia Modern Mendamba Allah Renungan Tasawuf Positif,
(Jakarta: Hikmah, 2002), hlm. 168
[8]
Budi
Munawar Rachman, “Tradisionalisme Nasr: Eksposisi dan Refleksi Laporan Seminar
Sayyed Husain Nasr”, dalam : Jurnal Ulumul Qur’an, No. V/4/1993, hlm.107
[9]
QS.
Al-Hadid (57) : 20
[10] Perdukunan
dalam psikologi agama termasuk aliran
klenik yang artinya segala sesuatu yang berhubungan dengan kepercayaan akan
hal-hal yang mengandung rahasia dan menyimpang dan tidak masuk akal. Ini
termasuk tingkah laku keagamaan yang menyimpang. Biasanya orang-orang yang masuk ke dalam aliran ini, karena
kekosongan spiritual dan penderitaan rendah akan kesadaran agamanya serta
cenderung kehilangan pegangan hidup. Lihat, Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2000), hlm. 253
[11] Menurut
Freud, libido sexuil (naluri sek) merupakan sumber jiwa keagamaan yang
muncul pada diri seseorang. Agama muncul setelah peristiwa Oedipus Complex
Mitos Yunani Kuno yang menceritakan karena kecintaan berlebihan kepada
ibunya, akhirnya Oedipus membunuh yahnya. Peristiwa tersebut menimbulkan rasa bersalah (sense of guilt)
dilanjutkan dengan image father (citra Ayah). Rasa bersalah ini
menumbuhkan ide untuk menembus kesalahan dengan melakukan upacara pemujaan.
Berbagai tahapan ini yang kemudian membawa Freud berkesimpulan bahwa agama
muncul dari ilusi (khayalan) manusia. Lihat, Ibid., hlm. 55-56
[12] Karl
Marx (1818-1883), pencetus gerakan sosialis internasional. Sosiologi Marx didasarkan
pada dua asumsi utama, yaitu: (1) kegiatan ekonomi sebagai faktor penentu utama
kegiatan masyarakat, (2) Ia melihat masyarakat manusia terutama dari sudut
konflik sepanjang sejarah. Berdasarkan asumsi tersebut dunia hanya merupakan
ladang eksploitasi dan penindasan, tidak ada konsensus / kerja sama. Sehingga
agama dianggap sebagai sesuatu yang didakwahkan oleh para penindas untuk
menciptakan tujuan mereka sendiri. Lihat, Ilyas Ba Yunus Farid Ahmad, Sosiologi
Islam dan Masyarakat Kontemporer, (Bandung: Mizan, t.th.), hlm. 22-23
[13] Budi
Munawar Rachman, Tradisionalisme.., hlm.107
[14] Menampilkan
neo-sufisme, yaitu sufisme yang cenderung menimbulkan aktivisme ortodok dan
menanamkan kembali pada sikap positif pada dunia. Lihat, Fazlur Rahman, Islam, terj. Ahsin Muhammad, (Bandung,
Pustaka, 1984), hlm. 132
[15] Cendekiawan muslim Pakistan ini bependapat bahwa Islam
menolak konsep lama bahwa alam bersifat statis ia mempertahankan konsep
dinamisme yang mengakui perubahan dalam kehidupan sosial manusia, sehingga
tasawuf yang diartikan mengasingkan diri dari dunia tidak berlaku baginya.
Lihat, Harun Nasution, Gerakan
Pembaharuan dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, t.th.), hlm. 192
[16] Menurut
Hamka, bahwa zuhud bersifat dinamis, bekerja keras untuk memperoleh kenikmatan
dunia dengan tidak melupakan Tuhan dan bukan mencari harta untuk kesempurnaan
harta itu sendiri, namun untuk kesempurnaan jiwa. Lihat, Hamka,
Tasawuf Modern, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987), hlm. 48
[17] Dengan
modern yang didominasi oleh sikap kritis, sekuler dan pragmatis harus diimbangi
dengan pembinaan rasa etis. Tasawuf Islam yang menekankan pada sikap ihsan
dapat menjadi sarana bagi pembinaan alam pikir manusia yang dicemari oleh paham
sekuleris dan paham legalistik. Lihat, Simuh,
Sufisme Jawa; Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa, (Yogyakarta:
Yayasan Bentang Budaya, 1999), hlm. 35-36
[18] Amin
Syukur, Menggugat Tasawuf dan Sufisme; Tanggung Jawab Abad 21, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 112
[19]Amin
Syukur, Tasawuf Kontekstual; Solusi Problem Manusia Modern, (Yogyakarta:
Pustaka, 2003), hlm. 1-2
[20] Amin
Syukur, Menggugat ..., hlm. 88
[21]Soejono
Soekanto dan Sri Mamudji , Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat,
cet. III, (Jakarta : Rajawali Press, 1990), hlm. 1
[22]Suparmoko,
Metode Penelitian Praktis, (Yogyakarta, BPFE, 1991), hlm. 1
[23]Soetrisno
Hadi, Metodologi Researh, (Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas
Psikologi UGM, 1980), hlm. 7
[24]Muhammad
Nasir, Metode Penelitian. (Jakarta : Galia Indonesia, 1985). hlm. 54
[25]H.B.
Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Surakarta : UNS Press, 2002),
hlm. 8-10
[26]Hadari
Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta : Gajah Mada
Press, 1995), hlm. 80
[27] Ibid,
hlm. 80
[28]Subroto.
Penelitian Kwalitatif. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1992), hlm. 42
[30] Consuelo
G. Sevilla, dkk., Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: UI Press, 1993), hlm. 71
[31] Sudarto,
Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm.
60
[32] Hadari Nawawi
dan Mimi Martini, Penelitian Terapan,
(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996), hlm. 73
No comments:
Post a Comment