Saturday, 11 April 2015

berdirinya tarekat syattariyah di pondok pesantren al-ihya ulumaddin kesugihan cilacap

      Latar belakang berdirinya tarekat syattariyah di pondok pesantren al-ihya ulumaddin kesugihan cilacap
            Pondok Pesantren al-Ihya ‘Ulumaddin berlokasi di Desa Kesugihan Kidul, Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap, di atas areal tanah seluas 4 Ha. Kehadiran Pondok Pesantren ini dilandasi dengan semangat keagamaan untuk berdakwah yang bertujuan ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa yang ditindas oleh penjajah Belanda pada saat itu. Tepatnya 24 November 1925/1344 H, seorang tokoh ulama bernama KH. Badawi Hanafi mendirikan pondok pesantren di desa Kesugihan, ia memanfaatkan musalla peninggalan ayahnya, yakni KH. Fadil untuk mengawali perintisan pesantren. Musalla atau langgar tersebut dikenal dengan  nama “Langgar Duwur”[1]. Pada awalnya pondok pesantren ini dikenal dengan nama “Pondok Pesantren Kesugihan”. Pada tahun 1961, pondok pesantren ini berubah nama menjadi Pendidikan dan Pengajaran Agama Islam (PPAI); kemudian tahun 1983, namanya dirubah menjadi “Pondok Pesantren al-Ihya ‘Ulumaddin”. Perubahan nama dilakukan oleh KH. Mustolih Badawi, Putra KH. Badawi Hanafi. Perubahan itu dilakukan untuk mengenang al-Marhum ayahnya yang sangat mengagumi karya monumental Imam al-Gazali, yakni kitab Ih}ya’ 'Ulumiddin, tentang pembaharuan Islam. PP. al-Ihya ‘Ulumaddin, secara ekonomi berada pada masyarakat plural (beragam) yang terdiri dari nelayan, pedagang, petani, wiraswasta, dan pegawai  negeri. Dari segi geografis lokasi pesantren dekat dengan pusat kota Cilacap. Kondisi ini sedikit banyak mempengaruhi proses perkembangan pesantren dalam upaya menjaga dan melestarikan nilai-nilai luhur tradisi keagamaan. Keseimbangan tersebut dapat tercipta karena masih adanya pengaruh karismatik para Kyai di wilayah Kesugihan, yang kemudian identik dengan kota santri. Letak geografis semacam itu, memberikan inspirasi PP. al-Ihya ‘Ulumaddin dalam ikut memberdayakan masyarakat sekitar, cenderung menggunakan pendekatan agraris dan kelautan. Hal ini dimaksudkan agar kehadiran pesantren lebih nyata dalam memainkan peran sebagai agen perubahan (agent of change)
            Adapun tarekat syattariyah lahir dikota cilacap tepatnya di pondok pesantren al-ihya ulumaddin dusun pelatar kecamatan kesugihan kabupaten cilacap, yang dibawa langsung oleh beliau KH.Badawi hanafi pada tahun 1930 tepatnya setelah beliau pulang dari mekah beliau mengajarkan ajaran tarekat syattariyah tersebut sampai diujung usia.tepatnya pada tanggal, 17 april 1937
      Ajaran tarekat syattariyah
Sebagai gerakan ekspansi keagamaan, tarekat syattariyah pada periode ini lebih diarahkan pada perjuangan untuk meningkatkan nilai morral dan sepiritual melalui penyebaran ber bagai ajaran agama islam dalam upayanya ini, syeh’adb allah al- syattar beserta para pengikutnya mengembangkan kecenderungan untuk ber adaptasi atau menyesuaikan diri dengan tradisi dan ritual masyarakat setempat yang masih banyak dipengaruhi ajaran hindu. Memang, disatu sisi sikap akomodatif para penganut tarekat ini lebih mudah mencari perhatian non muslim untuk memeluk ajaran islam, dan hal ini dianggap menjadi kunci berkembangnya ajaran tarekat. Akan tetapi, disisi lain, hal ini juga mengakibatkan banyaknya konsep-konsep tasawuf dan ritual tarekat yang bersifat singkretis serta memiliki persamaan dengan konsep- konsep ritual hindu.[2]
  Pada hakekatnya tarekat merupakan upaya penyucian jiwa karena tarekat merupakan jalan untuk menuju allah, karena tarekat merupakan jalan dari syariat menuju hakekat guna mendapat ma;rifat.kata tarekat berasal dari bahasa arab yang artinya adalah”jalan”.dalam ilmu tasawuf tarekat dimaksudkan sebagai jalan yang harus di tempuh seseorang (dengan mengadakan taqqi,pendakian) untuk sampai tingkat melihat tuhan (Allah).dengan mata hati dan ahirnya bersatu dengan tuhan. Upaya tersebut bisa bertahun-tahun dan harus menempuh jalan yang sulit,dengan semata-mata mengharap ridho Allah. [3]



[1] Dikenal langgar duwur karena Mus}alla (langgar dalam bahasa jawa) tersebut menggunakan konstruksi panggung.
[2] Sri mulyani.”mengenaldan memahami tarekat- tarekat muktabaroh di indonesia di indonesia” (jakarta,kencana 2005),hal,144-145.
[3] Muhammad solikhin,”tasawuf aktual”(semarang, pustaka NUUN),hal,118. 

No comments:

Post a Comment