Mursyid tarekat syattariyah di kesugihan
Adapun
mursid tarekat syattaiyah dikesugihan
yang tepatnya dipondok pesantren al-ihya’ulumaddin antara lain:
Pertama KH.badawi hanafi, beliau lahir dikampung
brengkelan, purworjo, jawa tengah pada tahun 1885 M. Nasabnya adalah KH. Badawi
hanafi bin KH.fadil bin hasyim as’ari
(sengari) bin soyodoyo bin gagak handoko bin mbah bedug (keturunan mataram dan
yogya).
Ayah
beliau KH.fadil dalah seorang pedagang pakian,dilahirkan dikotapurworjo, jawa
tengah + tahun 1847. Beliau berbadadan tinggi besar, berkumis,berjenggot
panjang dan bersimbar (dada berambut indah). Mbah KH.fadil khusyu’ dalam
beribadah, suka berzikir.walaupun waktu berjualan dipasar,beliau tidak pernah
lepas dari tasbihnya.
Beliau
sangat ramah tamah kepada siapapun,suka merendahkan diri juga dan juga suka
menolong fakir miskin, dansuka memberikan pinjaman kepada pedagang-pedagang
kecil dan tidak minta keuntungan sedikitpun dari pinjaman yangdiberikan.dan
tidak suka menagih, pinjaman apabila diperlukannya.pekerjaan sehari-harinya
adalah berdagang kain, beliau suka berdakwah islamiyah,sehingga sambil
berjualan,beliau melaksanakan dakwah.
Mbah
KH. Fadil dari purworjo pindah ke kesugihan pada tahun 1910 dan bertempat tinggal
di desa salakan, tepatnya di sebelah lapangan sepak bola kesugihan, pada tahu
1914 beliau pindah kedusun palatar sebelah setasiun kesugihan jurusan cilacap.
Tanah miliknya disebelah pondok kesugihan I.
Pada
tahun 1923, hari selasa manis, tanggal 28 Ramadan terjadi gempa bumi yang
sangat dahsyat, banyak pohon besar yang tumbang, rumah banyak yang roboh,
termasuk stasiun kereta api Maos. Atas pertolongan Allah Swt, langgar duwur
yang didirikan oleh KH. Fadil tetap tegak termasuk gentingnya tidak ada yang patah atau jatuh, pada waktu itu
langgar duwur sedang ditempati untuk pengajian oleh Kyai Muda Badawi, putra
laki-laki kedua dari KH. Fadil.
Adipati
Cilacap pada waktu itu, R. Cakra Wardaya menyempatkan untuk meninjau
tempat-tempat yang terkena musibah gempa bumi tersebut. Ia terharu melihat
langgar duwur itu tidak roboh, padahal bangunan yang dianggap lebih kuat
porak-poranda akibat terjadinya gempa. Ditengah-tengah rasa haru dan keheranan
tersebut, Bapak Adipati pada waktu itu mengatakan "Besok ditempat ini akan
berdiri Masjid Besar". Dari sinilah langgar duwur mulai terkenal.
Alhamdulillah
Allah Swt mengabulkannya. KH. Badawi Hanafi beserta kerabat, santri dan
masyarakat pada hari senin wage tahun 1936 berhasil mendirikan sebuah masjid di
komplek pondok.
Pada
tahun 1927 bulan rajab, hari senin wage jam 14.00, Nyai Fadil (Safiyyah binti
KH. Abdul Syukur) wafat; Dan pada tahun 1937, pada bulan rajab juga,
tepatnya hari senin wage jam 06.00 pagi,
KH. Fadil dipanggil menghadap Allah Swt.
Adapun
nama- nama pondok pesantren yang pernah beliau KH.badawi hanafi kaji ilmunya antara lain:
-
PP. Wonotulus,
Purworejo (Tahun 1891-1894 M)
-
Pondok pesantren jampes kediri,jawa timur
-
Pondok
Pesantren Loning, Purworejo (Tahun 1895-1901 M)
-
Pondok
Pesantren Bendo, Kediri (Tahun 1901- 1921 M)
-
Pondok
Pesantren Lirap, kebumen jawa tengah.
Namun belum lama dan belum lagi
puas beliau mengenyam kebahagianya itu, pada tanggal, 7 jumadil akhir 1371 H,
bertepatan dengan tanggal, 17 april 1938 M,beliau KH.badawi hanafi dengan tulus
dan ikhlas hati berangkat pulang memenuhi panggilan ilahi.
Kedua, setelah KH. Badawi hanafi
wafat, maka tarekat syattariyah diteruskan oleh putranya yaitu KH.mustolih
badawi. Beliau dengan ikhlas dan tulus hati meneruskan apa yang sudah bapaknya
rintis selama berpuluh-puluh tahun. Tapi pada ahirnya KH.mustolih badawi pada
tahun 1999 beliau meninggal dunia.
Ketiga, setelah beliau KH.mustolih
badawi meninggal dunia, tarekat syattariyah diteruskan oleh adiknya yang
bernama KH.chasbulloh badawi,sampai sekarang.
No comments:
Post a Comment