Nilai Pendidikan Islam apa sajakah yang terkandung dalam
aktivitas Tarekat Syattariyah di Pondok Pesantren Al-Ihya Ulumaddin Kesugihan
Cilacap.
Dalam penelitian
skripsi ini terdapat banyak sekali nilai-nilai penndidikan khususnya pendidikan
agama dan etika moral masyarakat. Sesuai dengan hasil penelitian yang
dilaksanakan.
Nilai-nilai pendidikan
tersebut meliputi mempertebal keimanan, meningkatkan ketaqwaan, kesungguhan
bekerja dan beribadah, solidaritas sosial, dan pendidikan etika/moral sosial
masyarakat dan gerakan pendidikan kerohanian.
Penjelasan pesan
pendidikan yang dapat diambil akan dibahas satu persatu di bawah ini yaitu:
1.
Memperkuat/mempertebal
Keimanan
Aktifitas ini merupakan
sebuah media untuk mendekatkan diri mkepada Allah SWT selain ibadah wajib
lainnya seperti shalat’ zakat, dan puasa. Aktifitas ini maupun riadoh mempunyai
tujuan sama yaitu untuk bertaqorub Illalloh dengan kesungguhan tekad dan
keikhlasan hati. Kaitan dengan kadar keimanan seseorang dalam aktifitas ini
mampu menjawab sebagaian persoalan yang dihadapi manusia dalam menjalani
kehidupan di dunia ini. Seringkali sebagian besar orang mengambil jalan pintas untuk
mencapai tujuan hidup yang mapan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah agama maupun
tuntunan syari’at Islam.
Dalam hal ini mengurangi pemikiran
instant dan pragmatis karena sebagai ahli yang melakukan Aktivitas Tarekat
Syattariyah dengan sungguh-sungguh baik
dalam berusaha/berikhtiar dan serta berserah diri atas segala ketentuan Allah
sudah barang tentu merasa yakin dan tenang serta bersifat Qana’ah (menerima
bagian rizkinya) secara porposional serta selalu bersifat khusnodzon atas
segala karunia Allah SWT.
Dalam
kitab durorul Bahiyyah telah dijelaskan definisi iman yaitu “
ﺍﻻﺋﻤﺎنﺍﻠﻤﻌﺮﻔﺔﺒﺎﻠﻘﻠﺐﻮﺍﻻﻘﺮﺍﺮﺒﺎﻠﻠﺴﺎﻦﻮﺍﻻﻔﻌﺎﻞﺒﺎﻻﺮﻛﺎﻦ
(iman adalah meyakini dan memahami dalam hati,
mengucapkan dengan lisan/perkataan serta menjalankan dengan amal perbuatan) “.
[1])
Merujuk dari kaidah
tersebut di atas adalah seseoarang yang beriman selalu meyakini dan percaya
adanya kekuasaan/kehendak Allah di dalam hati serta menjalankan apa yang
menjadikan kewajiban sebagai seorang mukmin (orang yang beriaman). Sesorang
yang beriman di dalam hatinya tertanam keyakinan untuk tidak akan berpaling
dari agama Allah (Islam) meskipun diiming-imingi kenikmatan dunia yang
menggiurkan karena kebahagian semua yang bersifat sementara.
2.
Meningkatkan
Ketaqwaan
Pendidikan yang kedua
dalam Aktivitas Tarekat Syattariyah
adalah
untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Definisi dari taqwa sendiri baik
secara bahasa maupun istilah mempunyai pengertian masinh-masing. Taqwa secara
bahasa artinya takut, sedangkan secara istilah adalah selalu menjalankan
perintah Allah (ibadah) dan menjauhi segala larangan-Nya (Amar Ma’ruf Nahi
Munkar).
Manusia memang harus
takut hanya kepada Allah SWT. Takut disini bukanberarti menjauh dari Allah
melainkan lari kembali kejalan Allah (fafiru ilalloh) serta berkepribadian
luhur sebagai hamba yang bertaqwa. Manusia hanyalah makhluk kecil di
hadapan-Nya yang tidak mempunyai daya upaya tanpa pertolongan-Nya (La khaula Wala quata Ila Billahil ‘aliyil ‘adzim). Para Jama’ah Tarekat
Syattariyah ini diharapakan mampu meningkatkan
ketaqwaan setelah mengikuti jama’ah ini serta berpedoman bahwa segala rizki dan
kenikmatan yang diperoleh merupakan karunia Allah. Usaha apapun dalam
memperoleh karunia tersebut merupakan hanya sebagai lantaran sehingga tidak
mempunyai pikiran bahwa apa yang telah dimiliki merupakan hasil kerja keras dan
jerih payahnya dengan mengenyampingkan bahwa hal tersebut merupakan pemberian
dari Allah semata. Sifat ini harus dihindari manusia terlebih bagi orang yang
telah masuk dalam Jama’ah Tarekat
Syattariyah Karena hal tersebut
rentan sekali mendekati dengan kekufuran serta lupa dimana nasib mereka
sebelumnya.
Sebagian orang yang
mengalami kesulitan hidup baik dari segi ekonomi, pendidikan, kesehatan, serta
usaha yang dihadapi akan selalu beribadah dengan tekun. Namun setelah
kesejahteraan hidup mereka diperoleh maka akan sedikit terkikis keaktifan dalam
beribadah karena sangat sibuk dengan urusan di dunianya. Sikap ini sangat tidak
diharapkan terlebih bagi para Jama’ah Tarekat Syattariyah
Semakin
tinggi kesejahteraan hidup yang diperoleh semakin tinggi pula efektifitas
ibadah yang dijalankan baik ibadah mahdoh maupun ghoiru maghdoh.
3. Kesungguhan Dalam
Bekerja/Berusaha
Berawal dari penjelasan
diatas dapat ditelaah bahwa Aktivitas Tarekat Syattariyah
merupakan
awal dari proses seorang yang tadinya hanya tidak menjalankan sesuatu hal
dengan tujuan tertentu. Sesuatu hal dalam pembahasan ini yaitu bekerja/ikhtiar.
Nilai-nilai pendidikan Tarekat
Syattariyah ini dimaksud agar
manusia berusaha untuk memenuhi hajat hidup yang beraneka ragam. Allah tidak
akan menurunkan uang dari langit atau hujan emas yang dengan mudah dapat
dinikmati oleh manusia.
Allah tidak akan
merubah nasib manusia apabila dirinya sendiri tidak merubah dengan kesungguhan
dalam mencari sumber kehidupan. Perilaku hedonis Maupun materialis haruslah
dihindari dalam diri setiap orang karena hanya akan menyiksa batin saja
bilamana tidak dapat terpenuhi.[2])
Manusia manapun
membutuhkan harta untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga mereka berupaya
untuk mendapatkannya dengan berbagai cara. Semestinya cara yang dipakai tentu
harus halal sesuai dengan ketentuan kaidah ajaran Islam yang berlaku. Hal yang
harus diingat adalah semua harta yang kita miliki bukanlah milik kita
sepenuhnya. Harta yang kita miliki adalah amanah/titipan Allah yang
sewaktu-waktu akan diambil. Kesadaran seperti inilah yang diharapkan kepada
setiap orang terlebih bagi yang sudah melaksanakan Tarekat Syattariyah.
Hal ini mempunyai arti dan tujuan untuk menghindari resiko stress apabila seorang
mendapat musibah yang menyebabkan hilangnya harta benda yang dimiliki.
Sebagaiman yang kita lihat semakin banyak orang yang sibuk dengan urusan dunia
yang telah lalai akan kewajiban sebagai hamba Allah.
Akan tetapi apabila
harta yang dimiliki telah hilang/berkurang mereka akan baru menyadari akan
kekeliruan yang telah dilakukan sehingga mereka mulai mendekatkan diri kepada
Allah dengan harapan diberi karunia kembali. Hal semacam ini bukanlah yang
diharapkan melainkan dalam keadaan apapun baik susah maupun senang kita tetap
istiqamah menjalankan tuntunan syari’at Islam dan melaksanakan ibadah secara
Kaffah (menyeluruh).
4. Kesungguhan Dalam Ibadah
Sesuai dengan penjelasan sebelumnya
bahwa manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Hal itu sesuai
dengan firman Allah dalam Al-Qur’an QS Adz Dzaariyaat Ayat 56
ﻮﻤﺎﺨﻠﻘﺖﺍﻠﺠﻦﻮﻹﻨﺲﺇﻻﻠﻴﻌﺒﺪﻮﻦ ﴿ﺍﻠﺰﺮﻴﺔ٥٦﴾
“
Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia kecuali untuk menyembah kepada-Ku”. [3]
)
Dalam hal ini
mengajarkan tentang arti pentingnya pelaksanaan dalam beribadah harus
dilaksanakan dengan sunguh-sungguh .Di zaman modern yang serba canggih ini
seperti sekarang banyak orang yang berpendapat bahwa orang melaksanakan ibadah
dengan sunguh-sungguh tetapi masih banyak yang hidup dalam garis kemiskinan
tetapi orang yang meninggalkan ibadah/abdah semaunya sendiri melainkan mereka
yang berkehidupan yang layak. Hal ini menyebabkan pemikiran yang kolot yang
menyebabkan menurunnya efektifitas ibadah yang dilaksanakan. Penyakit semacam
ini merupakan tantangan bagi umat Islam.
Tantangan berat seperti inilah yang dihadapi karena
sebagian besar jama’ah berangkat dari latar belakang yang bermacam-macam yang
minimum pemahaman agamannya. Namun hal tersebut bukanlah sebagai hambatan
melainkan cambuk dan bahan untuk intropeksi diri dalam menjalani kehidupan yang
dilalui khususnya dalam berkehidupan ibadah.
Para jama’ah dituntun
untuk mampu saling berinteraksi dengan yang lain tujuannya untuk saling mengisi
dan melengkapi kekurangan masing-masing. Hal tersebut juga bertujuan untuk
mempererat tali persaudaraan antar jama’ah.
5. Meningkatkan Solidaritas Sosial
Manusia sesuai dengan
kodratnya adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan
orang lain. Manusia mempunyai keahlian, kelebihan dan kekurangan yang dimiliki.
Sebagi penunjang kelancaran dalam berbagi aktifitas kehidupan yang dilaksanakan
manusia bahkan harus saling berinteraksi untuk mendapatkan kemudahan dalam
kegiatan yang dilakukan.
Melalui media interaksi dan musyawarah dapat menghasilkan
sebuah kesepakatan yang disetujui bersama untuk dijalankan dengan penuh
tanggung jawab. Kemajemukkan hajat hidup manusia terdiri dari dua macam yaitu
hajat atau kepentingan dan kepentingan pribadi\sendiri.
Kebutuhan hidup ini
tentu dapat terpenuhi karena adanya interaksi dan kerjasama yang baik. Tanpa
kerjasama yang baik niscaya tidak akan mendapatkan apa yang diharapkan selama
ini. Nasib dan garis hidup seseorang tidaklah sama sebagaimana falsafah hidup
layaknya roda yang berputar kadang diatas kadang dibawah. Baik orang yang
bernasib mujur ataupun tiadak semuanya adalah ketentuan Allah yang apabila
dikaji secara mendalam merupakan ujian. Seseoarang yang hidupnya dalam
kesenangan (duniawi) merupakan ujian apakah dia membelanjakan hartanya secara
benar atau tidak sesuai dengan ajaran agama seperti infaq, amal jariyah, zakat,
maupun sadhakah atau hanya menghambur-hamburkan hartanya dijalan yang tidak
diridhoi oleh Allah seperti judi, mabuk-mabikan, narkoba, atau bermain
perempuan.
Sebab dalam harta yang dimiliki ada hak bagi orang yang
tidak mampu seperti fakir miskin, yatim piatu, orang jompo bahkan gelandangan
dan anak jalanan yang tersebar di kota-kota besar yang hidupnya berada di
kolong jembatan. Melalui uluran tangan bagi mereka yang mampulah memberikan
untuk kehidupan yang lebih baik ataupun memberikan sedikit kebahagian untuk
mereka. Ajaran Jama’ah Tarekat Syattariyah
dalam
hal ini tentang solidaritas sangat dianjurkan dan selalu diberikan dalam setiap
kegiatan Tarekat Syattariyah.
Bukti dari kegiatan
solidaritas tersebut tanpa maksud memberikan pujian yang berlebihan jama’ah
tercermin dengan banyaknya dermawan yang tidak mementingkan keuntungan apa yang
mereka peroleh.
Mereka selalu berusaha
ikhlas tentang harta yang mereka belanjakan untuk kepentingan bersama. Dalam
hal ini para Jama’ah Tarekat
Syattariyah pada umumnya selalu
berupaya menanamkan dan menerapkan rasa kesetiakawanan sosial dalam diri mereka
baik dalam pelaksanaan aktifitas mupun dalam kehidupan sehari-hari. [4])
6. Peningkatan Moral /Etika Masyarakat
Berbicara
Masalah Moral merupakan hal yang sangat melekat dalam kehidupan manusia. Moral
merupakan cerminan dari karakter kpribadian seseorang, melalui moral yang
dimiliki seorang dapat mengetahui kpribadian orang lain dan sebaliknya, moral
banyak sekali sumbernya diantaranya Al Qur’an dan Hadist, norma kesusilaan,
norma adat, norma sosial, norma agama dan norma hukum.
Bagaimana norma diatas
dalam Jama’ah Tarekat
Syattariyah berusaha diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Norma kesusilaan bersumber dari ajaran budi
pekerti yang menekankan pada sikap dan perilaku yang sesuai dengan ajaran
ahlaq, sangsi dari pelanggaran ini mungkin saja orang tidak lagi memiliki harga
diri dalam masyarakat. Norma sosial bersumber pada kaidah/aturan yang berlaku
dalam suatu masyarakat tertentu yang merupakn norma-norma /aturan-aturan yang
telah disepakati bersama, sangsi dari norma ini mingkin saja dimarginalkan
dalam masyarakat.
Norma adat bersumber
dari adat istiadat/kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tertentu yang
merupakan warisan dari leluhur secara turun temurun, pelanggaran sangsi norma
adat dapat berupa tidak diakuinya status keturunan dalam marga/golongan
tertentu atau dapat pula pengucilan dari adat istiadat.
Norma agama bersumber
dari aturan-aturan atau ajaran agama yang mengikat bagi setiap pemeluknya.
Sangsi pelanggaran ini selain menanggung dosa juga mendapat cemoohan dari
masyarakatserta sulit diterima dalam kegiatan keagamaan. Norma hukum bersumber
dari undang-undang, sangsi norma ini dipertanggung jawabkan dihadapan hukum. [5])
Penjelasan dari norma-norma diatas
menjadi pedoman agar lebih hati-hati dan selalu intropeksi diri dalam menjalani
dalam menjalani kehidupan baik secara individu maupun orang banyak
(mesyarakat), berbangsa dan berbegara yang merupakan sebuah tuntutan maupun
kewajiban setiap orang. Harapan dalam pelaksanaan Jama’ah Tarekat
Syattariyah mengenai pesan
Moral/etika masyarakat adalah bagaimana para Tarekat Syattariyah
dapat
lebih mawas diri dalam melangkah dalam segala hal baik urusan dunia maupun
urusan akhirat. Jama’ah Tarekat Syattariyah selalu berusaha untuk
menjadi mediator bagi seseorang yang mempunyai persoalan karena mungkin saja
pernah dialami sesama Jama’ah Tarekat Syattariyah tersebut.
[1])
Sayid Bin Abu Bakar Bin Muhammad Sataa Assafi’I, Addurarul Bahiyah, (Semarang : Pustaka Al
Alawiyah)., hal. 4.
[2])
Wawancara dengan h.sodikin (jmiyah Tarekat syattariyah kesugihan cilacap) pada
tanggal 08 Juli 2014
[3])
Abdullah bin Abdul Aziz Ali Sa’ud, Al
Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta : Yayasan Penyelenggaraan Penterjemahan /
Pentafsiran Al Qur’an, 1971)., hal. 862.
[4])
Wawancara dengan h.ali mustofa (Tarekat
syattariyahkesugihan cilacap) pada tanggal 10 Juli 2014
[5])
Wawancara dengan Ibu hizam (Tarekat syattariyahkesugihan cilacap) pada
tanggal 27 Juli 2014
No comments:
Post a Comment