Saturday, 11 April 2015

Nilai Pendidikan Islam apa sajakah yang terkandung dalam aktivitas Tarekat Syattariyah di Pondok Pesantren Al-Ihya Ulumaddin Kesugihan Cilacap.

   Nilai Pendidikan Islam apa sajakah yang terkandung dalam aktivitas Tarekat Syattariyah di Pondok Pesantren Al-Ihya Ulumaddin Kesugihan Cilacap.
Dalam penelitian skripsi ini terdapat banyak sekali nilai-nilai penndidikan khususnya pendidikan agama dan etika moral masyarakat. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilaksanakan.
Nilai-nilai pendidikan tersebut meliputi mempertebal keimanan, meningkatkan ketaqwaan, kesungguhan bekerja dan beribadah, solidaritas sosial, dan pendidikan etika/moral sosial masyarakat dan gerakan pendidikan kerohanian.
Penjelasan pesan pendidikan yang dapat diambil akan dibahas satu persatu di bawah ini yaitu:
1.      Memperkuat/mempertebal Keimanan
Aktifitas ini merupakan sebuah media untuk mendekatkan diri mkepada Allah SWT selain ibadah wajib lainnya seperti shalat’ zakat, dan puasa. Aktifitas ini maupun riadoh mempunyai tujuan sama yaitu untuk bertaqorub Illalloh dengan kesungguhan tekad dan keikhlasan hati. Kaitan dengan kadar keimanan seseorang dalam aktifitas ini mampu menjawab sebagaian persoalan yang dihadapi manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Seringkali sebagian besar orang mengambil jalan pintas untuk mencapai tujuan hidup yang mapan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah agama maupun tuntunan syari’at Islam.
Dalam hal ini mengurangi pemikiran instant dan pragmatis karena sebagai ahli yang melakukan Aktivitas Tarekat Syattariyah dengan sungguh-sungguh baik dalam berusaha/berikhtiar dan serta berserah diri atas segala ketentuan Allah sudah barang tentu merasa yakin dan tenang serta bersifat Qana’ah (menerima bagian rizkinya) secara porposional serta selalu bersifat khusnodzon atas segala karunia Allah SWT.
Dalam kitab durorul Bahiyyah telah dijelaskan definisi iman yaitu
ﺍﻻﺋﻤﺎنﺍﻠﻤﻌﺮﻔﺔﺒﺎﻠﻘﻠﺐﻮﺍﻻﻘﺮﺍﺮﺒﺎﻠﻠﺴﺎﻦﻮﺍﻻﻔﻌﺎﻞﺒﺎﻻﺮﻛﺎﻦ
 (iman adalah meyakini dan memahami dalam hati, mengucapkan dengan lisan/perkataan serta menjalankan dengan amal perbuatan) “. [1])
Merujuk dari kaidah tersebut di atas adalah seseoarang yang beriman selalu meyakini dan percaya adanya kekuasaan/kehendak Allah di dalam hati serta menjalankan apa yang menjadikan kewajiban sebagai seorang mukmin (orang yang beriaman). Sesorang yang beriman di dalam hatinya tertanam keyakinan untuk tidak akan berpaling dari agama Allah (Islam) meskipun diiming-imingi kenikmatan dunia yang menggiurkan karena kebahagian semua yang bersifat sementara.
2.      Meningkatkan Ketaqwaan
Pendidikan yang kedua dalam Aktivitas Tarekat Syattariyah adalah untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Definisi dari taqwa sendiri baik secara bahasa maupun istilah mempunyai pengertian masinh-masing. Taqwa secara bahasa artinya takut, sedangkan secara istilah adalah selalu menjalankan perintah Allah (ibadah) dan menjauhi segala larangan-Nya (Amar Ma’ruf Nahi Munkar).
Manusia memang harus takut hanya kepada Allah SWT. Takut disini bukanberarti menjauh dari Allah melainkan lari kembali kejalan Allah (fafiru ilalloh) serta berkepribadian luhur sebagai hamba yang bertaqwa. Manusia hanyalah makhluk kecil di hadapan-Nya yang tidak mempunyai daya upaya tanpa pertolongan-Nya (La khaula Wala quata Ila  Billahil ‘aliyil ‘adzim). Para Jama’ah Tarekat Syattariyah ini diharapakan mampu meningkatkan ketaqwaan setelah mengikuti jama’ah ini serta berpedoman bahwa segala rizki dan kenikmatan yang diperoleh merupakan karunia Allah. Usaha apapun dalam memperoleh karunia tersebut merupakan hanya sebagai lantaran sehingga tidak mempunyai pikiran bahwa apa yang telah dimiliki merupakan hasil kerja keras dan jerih payahnya dengan mengenyampingkan bahwa hal tersebut merupakan pemberian dari Allah semata. Sifat ini harus dihindari manusia terlebih bagi orang yang telah masuk dalam Jama’ah  Tarekat Syattariyah Karena hal tersebut rentan sekali mendekati dengan kekufuran serta lupa dimana nasib mereka sebelumnya.
Sebagian orang yang mengalami kesulitan hidup baik dari segi ekonomi, pendidikan, kesehatan, serta usaha yang dihadapi akan selalu beribadah dengan tekun. Namun setelah kesejahteraan hidup mereka diperoleh maka akan sedikit terkikis keaktifan dalam beribadah karena sangat sibuk dengan urusan di dunianya. Sikap ini sangat tidak diharapkan terlebih bagi para Jama’ah Tarekat Syattariyah Semakin tinggi kesejahteraan hidup yang diperoleh semakin tinggi pula efektifitas ibadah yang dijalankan baik ibadah mahdoh maupun ghoiru maghdoh.
3.      Kesungguhan Dalam Bekerja/Berusaha 
Berawal dari penjelasan diatas dapat ditelaah bahwa Aktivitas Tarekat Syattariyah merupakan awal dari proses seorang yang tadinya hanya tidak menjalankan sesuatu hal dengan tujuan tertentu. Sesuatu hal dalam pembahasan ini yaitu bekerja/ikhtiar.
Nilai-nilai pendidikan Tarekat Syattariyah ini dimaksud agar manusia berusaha untuk memenuhi hajat hidup yang beraneka ragam. Allah tidak akan menurunkan uang dari langit atau hujan emas yang dengan mudah dapat dinikmati oleh manusia.
Allah tidak akan merubah nasib manusia apabila dirinya sendiri tidak merubah dengan kesungguhan dalam mencari sumber kehidupan. Perilaku hedonis Maupun materialis haruslah dihindari dalam diri setiap orang karena hanya akan menyiksa batin saja bilamana tidak dapat terpenuhi.[2])
Manusia manapun membutuhkan harta untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga mereka berupaya untuk mendapatkannya dengan berbagai cara. Semestinya cara yang dipakai tentu harus halal sesuai dengan ketentuan kaidah ajaran Islam yang berlaku. Hal yang harus diingat adalah semua harta yang kita miliki bukanlah milik kita sepenuhnya. Harta yang kita miliki adalah amanah/titipan Allah yang sewaktu-waktu akan diambil. Kesadaran seperti inilah yang diharapkan kepada setiap orang terlebih bagi yang sudah melaksanakan Tarekat Syattariyah. Hal ini mempunyai arti dan tujuan untuk menghindari resiko stress apabila seorang mendapat musibah yang menyebabkan hilangnya harta benda yang dimiliki. Sebagaiman yang kita lihat semakin banyak orang yang sibuk dengan urusan dunia yang telah lalai akan kewajiban sebagai hamba Allah.
Akan tetapi apabila harta yang dimiliki telah hilang/berkurang mereka akan baru menyadari akan kekeliruan yang telah dilakukan sehingga mereka mulai mendekatkan diri kepada Allah dengan harapan diberi karunia kembali. Hal semacam ini bukanlah yang diharapkan melainkan dalam keadaan apapun baik susah maupun senang kita tetap istiqamah menjalankan tuntunan syari’at Islam dan melaksanakan ibadah secara Kaffah (menyeluruh).
4.      Kesungguhan Dalam Ibadah
Sesuai dengan penjelasan sebelumnya bahwa manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Hal itu sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an QS Adz Dzaariyaat Ayat 56
ﻮﻤﺎﺨﻠﻘﺖﺍﻠﺠﻦﻮﻹﻨﺲﺇﻻﻠﻴﻌﺒﺪﻮﻦ ﴿ﺍﻠﺰﺮﻴﺔ٥٦﴾
“ Dan  Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepada-Ku”. [3] )
Dalam hal ini mengajarkan tentang arti pentingnya pelaksanaan dalam beribadah harus dilaksanakan dengan sunguh-sungguh .Di zaman modern yang serba canggih ini seperti sekarang banyak orang yang berpendapat bahwa orang melaksanakan ibadah dengan sunguh-sungguh tetapi masih banyak yang hidup dalam garis kemiskinan tetapi orang yang meninggalkan ibadah/abdah semaunya sendiri melainkan mereka yang berkehidupan yang layak. Hal ini menyebabkan pemikiran yang kolot yang menyebabkan menurunnya efektifitas ibadah yang dilaksanakan. Penyakit semacam ini merupakan tantangan bagi umat Islam.
            Tantangan berat seperti inilah yang dihadapi karena sebagian besar jama’ah berangkat dari latar belakang yang bermacam-macam yang minimum pemahaman agamannya. Namun hal tersebut bukanlah sebagai hambatan melainkan cambuk dan bahan untuk intropeksi diri dalam menjalani kehidupan yang dilalui khususnya dalam berkehidupan ibadah.
Para jama’ah dituntun untuk mampu saling berinteraksi dengan yang lain tujuannya untuk saling mengisi dan melengkapi kekurangan masing-masing. Hal tersebut juga bertujuan untuk mempererat tali persaudaraan antar jama’ah.
5.      Meningkatkan Solidaritas Sosial
Manusia sesuai dengan kodratnya adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia mempunyai keahlian, kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Sebagi penunjang kelancaran dalam berbagi aktifitas kehidupan yang dilaksanakan manusia bahkan harus saling berinteraksi untuk mendapatkan kemudahan dalam kegiatan yang dilakukan.
            Melalui media interaksi dan musyawarah dapat menghasilkan sebuah kesepakatan yang disetujui bersama untuk dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Kemajemukkan hajat hidup manusia terdiri dari dua macam yaitu hajat atau kepentingan dan kepentingan pribadi\sendiri.
Kebutuhan hidup ini tentu dapat terpenuhi karena adanya interaksi dan kerjasama yang baik. Tanpa kerjasama yang baik niscaya tidak akan mendapatkan apa yang diharapkan selama ini. Nasib dan garis hidup seseorang tidaklah sama sebagaimana falsafah hidup layaknya roda yang berputar kadang diatas kadang dibawah. Baik orang yang bernasib mujur ataupun tiadak semuanya adalah ketentuan Allah yang apabila dikaji secara mendalam merupakan ujian. Seseoarang yang hidupnya dalam kesenangan (duniawi) merupakan ujian apakah dia membelanjakan hartanya secara benar atau tidak sesuai dengan ajaran agama seperti infaq, amal jariyah, zakat, maupun sadhakah atau hanya menghambur-hamburkan hartanya dijalan yang tidak diridhoi oleh Allah seperti judi, mabuk-mabikan, narkoba, atau bermain perempuan.
            Sebab dalam harta yang dimiliki ada hak bagi orang yang tidak mampu seperti fakir miskin, yatim piatu, orang jompo bahkan gelandangan dan anak jalanan yang tersebar di kota-kota besar yang hidupnya berada di kolong jembatan. Melalui uluran tangan bagi mereka yang mampulah memberikan untuk kehidupan yang lebih baik ataupun memberikan sedikit kebahagian untuk mereka. Ajaran Jama’ah Tarekat Syattariyah dalam hal ini tentang solidaritas sangat dianjurkan dan selalu diberikan dalam setiap kegiatan Tarekat Syattariyah.
Bukti dari kegiatan solidaritas tersebut tanpa maksud memberikan pujian yang berlebihan jama’ah tercermin dengan banyaknya dermawan yang tidak mementingkan keuntungan apa yang mereka peroleh.
Mereka selalu berusaha ikhlas tentang harta yang mereka belanjakan untuk kepentingan bersama. Dalam hal ini para Jama’ah  Tarekat Syattariyah pada umumnya selalu berupaya menanamkan dan menerapkan rasa kesetiakawanan sosial dalam diri mereka baik dalam pelaksanaan aktifitas mupun dalam kehidupan sehari-hari. [4]) 
6.      Peningkatan Moral /Etika Masyarakat
            Berbicara Masalah Moral merupakan hal yang sangat melekat dalam kehidupan manusia. Moral merupakan cerminan dari karakter kpribadian seseorang, melalui moral yang dimiliki seorang dapat mengetahui kpribadian orang lain dan sebaliknya, moral banyak sekali sumbernya diantaranya Al Qur’an dan Hadist, norma kesusilaan, norma adat, norma sosial, norma agama dan norma hukum.
Bagaimana norma diatas dalam Jama’ah Tarekat Syattariyah berusaha diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Norma kesusilaan bersumber dari ajaran budi pekerti yang menekankan pada sikap dan perilaku yang sesuai dengan ajaran ahlaq, sangsi dari pelanggaran ini mungkin saja orang tidak lagi memiliki harga diri dalam masyarakat. Norma sosial bersumber pada kaidah/aturan yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu yang merupakn norma-norma /aturan-aturan yang telah disepakati bersama, sangsi dari norma ini mingkin saja dimarginalkan dalam masyarakat.
Norma adat bersumber dari adat istiadat/kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tertentu yang merupakan warisan dari leluhur secara turun temurun, pelanggaran sangsi norma adat dapat berupa tidak diakuinya status keturunan dalam marga/golongan tertentu atau dapat pula pengucilan dari adat istiadat.
Norma agama bersumber dari aturan-aturan atau ajaran agama yang mengikat bagi setiap pemeluknya. Sangsi pelanggaran ini selain menanggung dosa juga mendapat cemoohan dari masyarakatserta sulit diterima dalam kegiatan keagamaan. Norma hukum bersumber dari undang-undang, sangsi norma ini dipertanggung jawabkan dihadapan hukum. [5])
Penjelasan dari norma-norma diatas menjadi pedoman agar lebih hati-hati dan selalu intropeksi diri dalam menjalani dalam menjalani kehidupan baik secara individu maupun orang banyak (mesyarakat), berbangsa dan berbegara yang merupakan sebuah tuntutan maupun kewajiban setiap orang. Harapan dalam pelaksanaan Jama’ah Tarekat Syattariyah mengenai pesan Moral/etika masyarakat adalah bagaimana para Tarekat Syattariyah dapat lebih mawas diri dalam melangkah dalam segala hal baik urusan dunia maupun urusan akhirat. Jama’ah Tarekat Syattariyah  selalu berusaha untuk menjadi mediator bagi seseorang yang mempunyai persoalan karena mungkin saja pernah dialami sesama Jama’ah Tarekat Syattariyah tersebut.



[1]) Sayid Bin Abu Bakar Bin Muhammad Sataa Assafi’I, Addurarul Bahiyah, (Semarang : Pustaka Al Alawiyah)., hal. 4.
[2]) Wawancara dengan h.sodikin  (jmiyah Tarekat syattariyah kesugihan cilacap) pada tanggal 08 Juli 2014
[3]) Abdullah bin Abdul Aziz Ali Sa’ud, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta : Yayasan Penyelenggaraan Penterjemahan / Pentafsiran Al Qur’an, 1971)., hal. 862.
[4]) Wawancara dengan h.ali mustofa (Tarekat syattariyahkesugihan cilacap) pada tanggal 10 Juli 2014
[5]) Wawancara dengan Ibu hizam (Tarekat syattariyahkesugihan cilacap) pada tanggal 27 Juli 2014

No comments:

Post a Comment