PENTINGNYA PENDIDIKAN MORAL DALAM SEkolah
Berita
bahwa beberapa gadis SMU telah menjadi anak ayam dimana guru menjadi mucikarinya di sebuah SMU di
Cirebon telah membuat heboh masyarakat Indonesia belakangan ini. Bahkan mereka
melakukan tindakan yang amoral lagi. Dan, menurut banyak berita, banyak siswi SMU di
berbagai kota besar, ternyata berprofesi ganda, bukan hanya sebagai siswi,
tetapi juga pelacur kelas atas. Aspek kesucian hidup dan pergaulan sudah
disisihkan ke tong sampah, sepertinya.
Berbagai
macam psikotropika dan narkotika juga begitu banyak beredar di kalangan anak
sekolah. Lebih mengerikan, penjual dan pembeli juga adalah orang-orang yang
masih berstatus siswa. Mereka menjadi pengedar dan sekaligus juga pengguna.
Kehidupan yang rusak seperti ini kerapkali disertai dengan berbagai pesta yang
berujung pada tindakan amoral di kalangan remaja. Anak-anak remaja ini tidak
lagi mempertimbangkan rasa takut untuk hidup rusak, merusak nama baik keluarga
dan masyarakatnya.
Berbagai
tawuran anak sekolah juga telah membuat resah masyarakat di berbagai tempat di
beberapa kota besar di Indonesia. Bahkan, kejadian-kejadian sejenis seringkali
sulit diatasi oleh pihak sekolah sendiri, sampai-sampai melibatkan aparat
kepolisian dan berujung dengan pemenjaraan, karena merupakan tindakan kriminal
yang bisa merenggut nyawa. Sepertinya nyawa manusia tidak ada harganya, hidup
itu begitu murah dan rendah nilainya.
Daftar
di atas masih bisa terus diperpanjang dengan berbagai kasus lainnya, seperti
pemerasan siswa terhadap siswa lain, kecurangan dalam ujian, dan berbagai
tindakan yang tidak mencerminkan moral siswa yang baik.
Pertanyaan
yang muncul adalah: Apakah hal seperti demikian lepas dari tanggung jawab
sekolah sebagai institusi pendidikan?
Menyekolahkan
anak ternyata bukan merupakan tindakan yang tidak perlu dipikirkan. Memasukkan
anak kita di sekolah dengan pergaulan yang rusak, guru yang tidak bermoral,
sekolah yang tidak ketat terhadap kualitas moral dan teladan guru, akan
beresiko besar terhadap anak kita. Pendidikan bukan memberikan informasi dan
pengetahuan kognitif sebanyak-banyaknya kepada anak, tetapi paideia (gerika)
berarti bagaimana membesarkan seorang anak dengan benar. Di dalamnya terkandung
aspek kognitif, tetapi juga aspek mental, moral, dan spiritual. Sekalipun para
pakar, bahkan sampai banyak orang pada umumnya, sadar bahwa pendidikan bukan
hanya pengetahuan, tetapi pembentukan manusia seutuhnya, tetapi di dalam
prakteknya, banyak sekolah saat ini yang lebih banyak memperhatikan aspek
kognitif saja, dan mengabaikan semua aspek lainnya.
Gejala
pengabaian aspek moral dalam sekolah terlihat semakin lama semakin marak.
Jarang sekolah (baca: tidak ada) mengeluarkan ungkapan tentang
pertanggung-jawaban moral guru di dalam pendidikan. Banyak sekolah tidak peduli
bagaimana sikap moral guru di luar sekolah, ada yang merokok (tetapi sekolah
melarang siswa merokok), sampai yang memiliki simpanan wanita lain. Ada yang
memberikan nilai buruk, kecuali jika siswa itu les privat dengan gurunya,
sampai yang mengancam akan tidak meluluskan jika tidak menyetor sejumlah dana
tertentu. Terkadang perilaku sedemikian memang sulit ditindak langsung secara
hukum karena memang sulit mendapatkan bukti autentik yang sah secara hukum.
Tidak mungkin menangkap guru yang merokok, tetapi kita bisa menghukum siswa
yang merokok. Berarti disini terjadi suatu perbedaan standard moral yang
diberlakukan di sekolah. Mengapa pendidikan moral begitu penting di dalam
sekolah?
Pertama,
pendidikan moral yang buruk dalam sekolah, menjadikan pendidikan menghasilkan
penÂjahat-penjahat canggih di masa depan. Seorang siswa yang pandai, dengan
berbagai pengetahuan yang banyak, tetapi bermoral rusak, akan menjadi alat
perusak masyarakat yang berbahaya sekali. Dr. Kartini Kartono, pakar pendidikan
kita mengatakan, “salah langkah dalam kegiatan mendidik-membentuk ini, pasti
membuahkan tipe manusia “salah jadi†yang mengerikan dan berbahaya bagi kehidupan bersama di masa-masa
mendatang.†(Kartini Kartono, Quo Vadis Pendidikan Indonesia, 1991)
Kedua,
manusia adalah makhluk yang bernilai moral. Pendidikan adalah mendidik hidup.
Hidup bukan sekedar sebuah kebetulan, melainkan ada makna dan tujuan di
dalamnya. Disitu seorang siswa belajar bukan untuk sekedar belajar pengetahuan
kognitif, tetapi bagaimana implementasi ilmunya menjadikan hidupnya bermakna,
baik secara individu maupun dalam masyarakat. (Slamet Iman Santoso, Pembinaan
Watak: Tugas Utama Pendidikan, 1979, hal.176ff.). Maka, tanpa kehidupan moral
yang baik seluruh hidup menjadi tidak bermakna, ataupun bahkan menjadi sangat
negatif. Untuk apa dia hidup dan eksis di dunia jika hanya menjadi perusak dan
penghancur masyarakat, mendatangkan aib bagi keluarga, lingkungan dan negara.
Terkadang kita kasihan menghukum mati penjahat, tetapi langkah preventif dari
sejak kecil tidak diperhatikan dengan baik.
Ketiga,
salah sekali jika beranggapan manusia itu pada dasarnya baik. Manusia justru
bertendensi jahat dan berdosa. Untuk itulah perlu ada pendidikan. Sangat sulit
membentuk manusia menjadi orang baik, tetapi begitu mudahnya seseorang untuk
menjadi rusak. Jika seseorang anak dibiarkan begitu saja, ia akan
berkencenderungan berbuat jahat ketimbang berbuat baik. Disini kegagalan J.J.
Rousseau di dalam filsafat pendidikannya yang liberal. (J.J. Rousseau, Emile,
1762). Ketika manusia dibiarkan tanpa pendidikan baik, ia akan dengan cepat
mengadopsi perilaku-perilaku jahat, malah memperkembangkan daya kreatif
negatifnya, ketimbang dia berusaha mengadopsi perilaku-perilaku baik. Perlu
perjuangan berat seseorang bisa mengadopsi perilaku baik dan mengembangkan daya
kreatif yang positif dan bermoral tinggi. Unsur moral cenderung diabaikan,
sejauh itu tidak mengganggu diri (dan boleh mengganggu orang lain). Perlu upaya
serius untuk seseorang anak dididik menjadi anak yang bermoral tinggi, yang
hidupnya jujur, adil, mulia, suci dan berintegritas.
Ada
banyak hal yang bisa dan perlu Sekolah lakukan dalam pendidikan moral. Di
antaranya, pertama, setiap institusi pendidikan perlu memperhatikan bukan hanya
hebatnya pengetahuan atau gelar guru atau dosennya, tetapi juga perilaku
moralnya. Perlu ada mekanisme pengujian kehidupan keseharian insan pendidikan,
bukan hanya kekuatan intelektualnya saja. Kedua, perlu adanya penilaian
kelakuan di sekolah. Seorang siswa lulus atau naik kelas, bukan hanya diukur
oleh kemampuan intelektualnya, tetapi juga kemampuan sosial, moral, mental dan
spiritualnya. Dengan demikian, sekolah betul-betul menjalankan fungsi pedagogis
yang benar. Ketiga, sekolah juga perlu secara berkala melibatkan orang tua di
dalam pembinaan moral dan pengawasan moral bagi anak-anak mereka. Sekolah
harusnya bergandengan tangan dengan orang tua di dalam mendidik anak, sehingga
pendidikan anak berjalan secara integratif.
Hal-hal
ini sangat banyak diabaikan, karena dianggap terlalu menyulitkan bagi pihak
sekolah. Sekolah hanya sibuk mengukur kemampuan intelektual anak didiknya, dan
berbangga diri jika anak-anak didiknya berhasil dengan nilai intelektual yang
tinggi dan mempunyai pengetahuan yang banyak. Kini, paradigma ini perlu
dipertanyakan dan dikembalikan kepada panggilan pendidikan yang mendasar, yaitu
membentuk seorang anak menjadi orang yang betul-betul dewasa secara moral,
mental, spiritual dan intelektual.
Borgata Hotel Casino & Spa, Atlantic City - MapYRO
ReplyDeleteRooms at the Borgata Hotel Casino 군포 출장마사지 & Spa · Borgata Hotel Casino 충청남도 출장안마 & 광명 출장마사지 Spa Casino & Spa: 4.5 양주 출장안마 stars, 남양주 출장마사지 3.5 star, and A casino resort in Atlantic City has a hotel